Rss Feed
  1. HIJRAH

    Senin, 06 Juli 2015

    -Catatan Ramadhan 

    Kau tahu? Hijrah bukanlah perkara yang mudah. Hijrah adalah perihal kita harus berpindah dari keadaan dimana awalnya kita merasa nyaman pada titik itu, tapi karena tujuan yang lebih mulia, kita harus berpindah. Seringkali hijrah bersanding dengan segala kepayahan, bahwa kita dihadapkan pada keadaan dimana kita benar benar harus meninggalkan apa yang kita cinta. Keluarga, lingkungan, sahabat, kebiasaan, suasana atau apapun itu.

    Tapi ternyata ada hijrah yang jauh lebih berat. Meng-hijrah kan diri menuju tangga yang lebih atas, menjadi hamba yang lebih baik. Kadang kita harus terpeleset ketika menapaki anak tangga itu, sehingga harus jatuh terguling dan kembali ke dasar. Harus memulai langkah kembali dengan kaki tertatih menuju anak tangga semula, bahkan harus lebih tinggi. Karena kita butuh anak tangga yang tinggi itu, anak tangga yang dijanjikan akan berhujung pada Arasy. 

    Apakah Arasy itu jauh? Kita tidak pernah tahu sejauh mana kita harus menapak. Allah tidak pernah menyuruh kita untuk menghitung anak tangga yang harus kita lewati. Allah hanya menyuruh kita untuk terus naik dan naik. Betapapun sukarnya itu. Betapapun sakitnya itu. Betapapun menyiksanya itu. Tapi hijrah adalah ikhtiar kita, untuk menjemput ridha dan cinta-Nya. Semoga Allah kuatkan kaki-kaki yang mulai lemah untuk melangkah. Allah teguh-kan hati yang mulai goyah. Allah ringan-kan segala payah. 

    Hasbunallah wa ni'ma al wakiil. Ni'ma al maula wa ni'ma an nashiir.

  2. Mari Menangkan

    Jumat, 26 Juni 2015

    Setiap orang memiliki jalannya masing-masing. Setiap orang memiliki tujuan dan pencapaian yang ingin di raih. Setiap orang sama-sama memiliki peluang untuk menjadi pemenang, menjadi rata-rata atau bagian yang kalah bahkan sebelum memulai langkah.
    Menjadi pemenang bukan berarti memenangkan sebuah pencapaian besar dalam hidup, menurutku itu masih rata-rata. Pemenang sejati ialah orang yang mampu memenangkan diri-nya sendiri. Terhadap apapun itu. Terlebih berhasil menang terhadap ego-nya sendiri.
    Ego masing-masing orang tentu berbeda. Akan tetapi, bagaimana cara kita menyetir dan mengarahkan ego itu jelas menentukan bagaimana cara kita menyikapi hidup. Hidup tidak akan berhenti sampai kita dihadapkan oleh batas bernama kematian, lalu akan kembali berlangsung di salah satu antara dua tempat yang abadi. Surga atau neraka.
    Seorang pemenang akan berusaha menekan ego-nya kuat-kuat, terlebih untuk pencapaian kehidupan setelah kematian. Memang tidak mudah, karena mengalahkan ego sama saja artinya kita sedang mengadakan pertempuran dahsyat di dalam diri kita sendiri.
    Semoga Ramadhan ini kita bisa memenangkan pertarungan antara diri kita dan ego. Semoga saja.
    Selamat bertempur dan memenangkan pertempuran. 
    smile emotikon
    - 9 Ramadhan 1436 H -

  3. Bukan Mengurangi, Menambah

    Sabtu, 13 Juni 2015



    Apa yang ada di fikiranmu pertama kali saat kau memberikan sesuatu yang berharga darimu?

    Waktumu misalnya. Atau uangmu. Perasaanmu mungkin.

    Barangkali ada di antara kita merasa ada yang berkurang saat kita memberikan sesuatu dari milik kita. Entah merasa eman. Sayang jika harus diberikan. Atau bahkan kita berdalih bahwa ada sesuatu yang lebih urgent untuk kita beli ketimbang memberikan sebagian kecilnya pada seseorang yang memang berhak. Ya, hanya sebagian kecil. Tidak banyak. Paling-paling jika kita membelanjakan uang itu untuk beli makanan, ya akan langsung habis. Terbuang begitu saja.

    Akan beda halnya jika kita memberi. Memberi itu menambah, bukannya mengurangi. Memberi itu menambah keberkahan dalam harta kita, dalam hidup kita. Memberi menambah kebersyukuran. memberi menambah keakraban dan persaudaraan. Memberi juga melapangkan. Memberi itu justru melipat gandakan.

    Melipat gandakan?

    Ya. Kau pernah tahu potongan ayat yang bunyinya barang siapa yang menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah maka permisalannya seperti sebatang pohon. Yang darinya tumbuh tujuh cabang dan dari tiap-tiap cabangnya tumbuh seratus bijih-bijihan. Tidak main-main, dilipatgandakan tujuh ratus kali. Bayangkan saja. Misalkan kita infak seribu rupiah saja ke masjid, dikalikan tujuh ratus. Sama saja kita sedang berinfak tujuh ratus ribu rupiah. Sebuah nominal yang besar, bukan?

    Nah tinggal kalikan saja, kalau kita infak seratus ribu saja. Berapa hasilnya?

    Baiklah, kita sedang tidak membicarakan mengenai hitung-hitungan dengan apa yang kita berikan. Karena itu akan dikalkulasikan langsung oleh Tuhan. Tugas kita sebenaarnya sederhana. Memberi dan mengikhlaskan apa yang telah kita beri. Yakinlah bahwa meskipun ianya tidak bertambah secara nominal, tapi kita mendapatkan yang lebih dari sekedar uang. Keberkahan.

    Selamat memberi. :)



  4. Seorang teman baik saya pernah menuturkan sebuah nasihat berharga. Tentang analogi sederhana tapi sangat sarat makna mengenai kehidupan.

    Dia menuturkan, bahwa target-target pencapaian dalam hdiup ini ibarat gas dalam kendaraan. Banyak sekali orang yang ingin segera sampai pada tujuan yang dicita-citakan. Akhirnya mereka berlomba untuk menginjak gas kencang-kencang. Dengan asumsi bahwa sesiapa yang paling kencang saat tancap gas maka dia akan lebih dulu sampai pada tujuan yang diinginkan. Ya, asumsinya begitu.

    Tapi banyak juga yang tidak sadar, bahwa jalanan itu tidak selalu mulus. Ada jalanan rusak. Dari kerusakan kecil hingga parah. Mungkin ada paku. Pecahan kaca. Sampai orang yang menyebrang jalan secara tiba-tiba. Jika dia tidak bisa bermain kopling, tentu akan ditabrak saja kesemua itu. Hasilnya? ringseklah. Apakah dia akan sampai pada tujuan yang diinginkannya? Tidak.

    Teman baik saya melanjutkan. Gas itu ibarat keinginan duniawi kita. Sedangkan kopling adalah penyeimbang, yang bukan lain adalah ibadah, doa dan hubungan kita dengan Allah. Semakin pintar kita memainkan kopling, jaminan keselamatan akan semakin tinggi. Pencapaian akan tujuan yang diinginkan semakin mudah untuk direalisasikan.

    Ketika tujuan itu berupa puncak sebuah gunung, maka kita tidak bisa asal menancap gas. Motor yang melewati jalan menanjak tidak akan mampu jika menggunakan gigi tinggi. Justru gigi rendah dan usaha yang terus menerus akan mengikis segala ketidak mungkinan itu. 

    Ingat. Gigi tinggi itu ibarat kesombonganmu, sedangkan yang rendah adalah kerendahan hati. Puncak kesuksesan itu tidak akan pernah terbayar oleh secuil perasaan bernama kesombongan.

    Saya mengangguk-angguk. Sontak saja saya ingin bercermin. Ada di gigi berapakah saya?



  5. Ada seseorang yang memilih diam. Karena menurutnya diam itu akan lebih aman daripada mengungkapkan. Memendam sendiri dalam diam bagaimana sebenarnya gemuruh perasaannya. Ada kekhawatiran yang dia takutkan. 

    Dan itulah aku.

    Akan berbeda jadinya jika aku mengungkapkannya kepadamu. Aku lebih suka seperti ini. Memandangimu dari balik rumpunan bougenville yang tumbuh di taman kampus kita. Memandangimu bercengkrama dengan teman-teman akrabmu. Berdiskusi dalam satu forum. Berdebat dalam tema-tema yang mengasyikkan. Ataupun berkumpul bersama teman-teman lain sejurusan untuk membahas event tertentu.

    Akan beda jadinya jika aku mengungkapkannya kepadamu. Mungkin saja kamu yang notabene nya memang irit berbicara terhadap laki-laki, akan semakin menghindariku. Setidaknya bahkan menolehpun nanti kamu akan enggan. Aku tidak bisa lagi memandangimu dari balik rumpun bougenville seperti yang biasa aku lakukan untuk bercanda bersama teman-temanku. Padahal alasan sebenarnya aku berdiam diri disana hanya ingin bisa mencuri pandang ke arahmu.

    Mungkin aku terkesan pengecut. Karena laki-laki sejati tidak seharusnya menyimpan perasaan seperti ini. Tapi menurutku perkara mengungkapkan perasaan itu bukan hal sesepele itu. Aku adalah tipe laki-laki yang sekali berucap, akan bertanggung jawab penuh terhadap perkataanku. Aku tidak sepakat dengan beberapa temanku yang menjadikan kaum-mu sebagai piala pencapaian atas sebuah tantangan pribadi. Yang kemudian setelah didapatkan bisa dipamerkan dihadapan teman-teman. Kamu tidak akan pernah aku perlakukan seperti itu. Karena menurutku, bertaruh, medapatkan hadiah lalu memamerkannya kepada teman-teman adalah kerjaannya anak kecil. Anak-anak yang masih ingusan. Tidak bertanggung jawab.

    Bagiku, diam untuk saat ini adalah cara terbaik yang bisa kulakukan. Tapi aku sadar, diam pun akan ada batasnya. Dan semoga jika saatnya nanti aku sudah berani untuk berbicara, itu dihadapan kedua orang tuamu. Dan ini risikonya, semoga aku tidak keduluan orang lain.


  6. Jangan pernah membenarkan asumsi pribadi. Terutama jika hal itu berkaitan dengan perasaan.

    Seringkali kita berasumsi terhadap perhatian berlebih seseorang kepada kita. Kita merasa ge-er. Berbunga. Tersipu. Bahkan terkadang sampai pad taraf senyum-senyum sendiri. Padahal mungkin sekali orang itu juga perhatian terhadap orang-orang lain di sekelilingnya. Kitanya saja yang mungkin ke-gedean rasa, lalu berasumsi dengan perkiraan kita sendiri.

    Masalah asumsi pribadi seperti ini mungkin terlihat remeh-temeh. Tapi jika kita menyadari bahwa ternyata apa yang kita asumsikan itu salah, akan terasa sangat menyakitkan. Terlebih jika kita sudah meyakininya sepenuh hati dan sangat yakin bahwa memang dia benar adanya menyimpan perasaan kepada kita. Padahal kenyataannya, justru sebaliknya. Tidak ada yang menyimpan perasaan, jatuh hati apalagi jatuh cinta kepada kita. Kitanya saja yang ternyata memang ke-gedean rasa.

    Terkadang, untuk hal-hal berbau perasaan seperti ini kita perlu kacamata pendapat orang lain. Guna meluruskan asumsi-asumsi kita yang cenderung memihak pada perkiraan yang kasat mata. Sedangkan oranglain tentu dapat melihat dengan lebih jernih, apa yang sebenarnya kita butuhkan untuk menyelesaikan masalah perasaan ini.

    Sekarang coba kita bayangkan. Jika saja seseorang sudah berasumsi dengan perasaannya, dia akan cenderung memikirkan 'seseorang' dalam asumsinya. Muncul-lah rasa ingin tahu. Rasa ingin lebih dekat. Akhirnya sampai pada taraf ingin 'memiliki'. Jika sudah sampai pada taraf ini, seringkali seseorang mulai bergerak dibawah alam sadarnya. Memikirkan. Bercerita. Bahkan melakukan hal apa saja untuk menarik perhatian 'seseorang' dalam asumsinya. Meskipun hal itu terlihat sangat norak sekali. Secara tidak sadar dia telah menjatuhkan harga dirinya sendiri. 

    Mungkin sekarang sudah saatnya kita merehabilitasi ulang kondisi hati kita. Mungkin ada yang perlu diperbaiki disana. Karena ketika kita bermain-main dengan asumsi, maka sesungguhnya kita sedang mempermainkan perasaan kita sendiri. 



  7. Mencintai Kesendirian

    Minggu, 31 Mei 2015


    Mencintai kesendirian, mencintai kesunyian.

    Adakalanya kepikukan itu tak membawaku pada ketenangan. 
    Adakalanya bersama itu mengarah pada kemudharatan.
    Ada saatnya sendiri lebih aku butuhkan, untuk menemukan sisi diriku yang lain.
    Ada masanya sendiri aku perlukan untuk lebih mengenal Tuhan, yang mungkin selama ini seringkali aku kesampingkan.

    Mencintai kesendirian adalah suatu kehormatan.
    Terkadang sendiri itu lebih aman, lebih menyelamatkan.
    Daripada harus berdua-dua dengan seorang yang bukan siapa-siapa.
    Sungguh, kerjaan iblis lebih sulit jika kita memilih untuk kukuh. Pada kesendirian.
    Sungguh, tidak akan sia-sia yang bertahan dalam kesendirian sampai saatnya tiba.
    Saat dimana Tuhan melihat kita sudah cukup pantas untuk berdua.

    Cintailah kesendirian, selagi bisa.
    Siluet diluarmu memang menyilaukan. Tapi kukuhkan hatimu, bahwa mencintai kesendirian tidak akan mengecewakan.
    Akan ada saatnya nanti orang-orang yang mencintai kesendiriannya akan saling dipertemukan dan dipersandingkan.
    Ingat, Tuhan Maha Adil.

    Menyendirilah, dan berubahlah menjadi seekor kupu-kupu dari gatalnya ulat bulu. 
    Karena dimanapun kupu-kupu berada, dia akan selalu terlihat cantik.

    Selamat mencintai kesendirian. :)

    17.03 pm. 18 days left before Ramadhan.

  8. Belajar Mendengarkan

    Sabtu, 30 Mei 2015



    Adakalanya kita perlu belajar untuk mendengarkan. 

    Mendengarkan cerita. Nasihat-nasihat baik. Pemahaman baik. Ilmu yang baru. Dan segala hal yang bisa (dan perlu) kita dengarkan.

    Seringkali orang-orang menganggap, bahwa terampil berbicara adalah segalanya. Terlebih saat ucapan kita mampu menyihir ratusan bahkan ribuan orang. Sehingga orang berlomba-lomba untuk meningkatkan keahlian berbicara, khususnya trik bagaimana agar pembicaraannya mampu untuk memikat perhatian massa.

    Tetapi ada satu hal yang sepertinya terlupa dan terlewatkan. Tentang perkara mendengarkan. Kita semua tahu bahwa telinga kita berjumlah sepasang yang artinya jauh lebih banyak dari bibir kita yang hanya satu. Lalu terbersit-lah sebuah pertanyaan. Apa maksud Tuhan menciptakan-nya sepasang, sedangkan mulut kita hanya ada satu. Apakah (hanya) sebuah kebetulan?

    Ternyata tidak.

    Tuhan ingin menegaskan kepada kita, bahwa perkara 'mendengarkan' harus diletakkan diawal. Setelah mendengarkan dengan baik kelak akan muncul pemahaman. Barulah kita boleh berbicara secukupnya. Ya, secukupnya dan seperlunya saja. Setidaknya kita kelak mampu mempertanggung jawab-kan kata-kata yang pernah kita ucapkan. 

    Jogja. Malam yang menghangat dipenghujung bulan Mei.




  9. Putra : Ibu, sepertinya Nanda menyukai seorang perempuan. 

    Ibu : (mengusap kepala anaknya) Apa yang membuatmu bisa jatuh hati kepadanya Nak?

    Putra : (tersipu malu) Emm... Nanda mengagumi kepribadiannya Bu. Sebenarnya Nanda mengenalnya belum lama, akan tetapi ada hal lain yang membuatnya berbeda dengan perempuan lainnya.

    Ibu : Ah, ibu tenang rasanya mengetahui putra ibu mengagumi seorang perempuan bukan hanya karena parasnya.

    Putra : (menatap heran)

    Ibu : Karena keindahan paras kelak akan memudar Nak. Tapi keindahan pribadi, ia akan dibawa sampai mati. Tapi ingat, kau harus hati-hati Nak.

    Putra : Hati-hati kenapa Bu?

    Ibu : Hati-hati terhadap sikapmu sendiri. Jangan sampai anakku menyukai seorang perempuan hanya untuk diberi harapan-harapan. Kamu harus tahu Nak, makhluk bernama perempun itu perasaannya sangat halus, halus sekali. Sedikit saja kamu salah berucap atau bersikap, itu akan membekas di hatinya selamanya. Jika kamu sudah berani untuk menyukai anak perempuan orang dan ingin menyampaikan perasaanmu padanya, maka kamu harus bertanggung-jawab terhadap kata-katamu.    

    Putra : Lalu apa yang harus Nanda lakukan Bu? 

    Ibu : Jika kamu memang benar-benar ingin mengungkapkan rasa sukamu, ungkapkan itu dihadapan ayah dan ibunya. Tapi jika kamu hanya ingin memainkan perasaannya, ibu tidak akan pernah ridha. Apapun bentuk hubungan itu. Ibu juga perempuan Nak. Dan perempuan manapun itu butuh kepastian, bukan harapan. 

    Putra : (Mengangguk-angguk)

    Ibu : Jadi, kapan Ibu dan Ayah bisa mengantarmu ke rumah calon menantu Ibu?





  10. Apa hal yang paling membebani batin dan fikiran-mu saat ini? 

    Tuntutan. Perasaan yang disimpan diam-diam. Amarah. Target. Kesedihan. Kerinduan. Keinginan. Sakit hati. Atau hal-hal lain yang berhasil menyita fokus fikiranmu dan meminta sebagian hatimu.

    Ternyata banyak ya. Mengapa tidak kau coba untuk mengurainya satu-satu. Rasakan dan fikirkan matang-matang. Pantaskah ia kau pelihara dan bertengger manis dalam hatimu. Seberapa pentingkah hal itu bagi hidupmu. Jikalau kamu (mau untuk) melepaskannya, alangkah tenang kehidupan yang kau jalani.

    Tentang target. Betulkah target itu telah menyita seluruh perasaanmu? Apakah ia berpengaruh terhadap pencapaian kehidupan setelah kematian? Ah jangan-jangan itu hanya target pencapaian hitung-hitungan kehidupan. Jika memang target kehidupan itu mampu mendekatkanmu pada Pencipta-mu maka simpan saja ia dalam hati dan fikiranmu. Jika tidak, lebih baik kau lepaskan saja.

    Tentang perasaan yang disimpan diam-diam. Adakah kau tahu kepastian akan penjagaan perasaanmu ini akan selaras dengan harapanmu di masa depan? Jika benar adanya, alangkah beruntungnya dirimu. Tidak sia jika kau harus mati-matian menyimpan perasaan dalam diam dan akhirnya kau berhasil dipersandingkan. Tapi ada yang perlu kau ingat. Ini hanya asumsi, dan sebagian asumsi itu tidak benar. Sudahlah, jangan suka bermain-main dengan hal yang serba tidak pasti. Lepaskanlah. Dan rasakan, betapa banyak bagian dari hatimu yang akhirnya terasa sangat lapang. 

    Tentang Amarah. Adakah ia disebabkan pada hal-hal yang memang pantas untuk kita gambarkan dengan kemarahan. Tentang dibunuhnya jiwa-jiwa tidak berdosa di bumi Palestina misalkan. Jika memang karena alasan semisal itu, kau boleh menyimpan amarah. Tetapi jika amarahmu adalah tentang hal-hal (sepele) seperti iri, dengki atau cemburu misalkan. Ah, lebih baik segera dilepaskan. Jika hatimu itu ibarat sebutir apel, amarah seperti itu ibarat ulat yang kelak akan menggerogoti keindahan hatimu. Sebelum hatimu berlubang disana-sini, lebih baik segera ambil langkah antisipasi. Lepaskan. 

    Tentang kerinduan. Semoga objek kerinduanmu tertuju pada hal-hal yang memang pantas (untuk) dirindukan. Seperti perjumpaan dengan Tuhan-mu, Nabi, orangtuamu, sanak-saudaramu dan sahabat-sahabat baik. Bahkan hal-hal baik seperti ini perlu kau lepaskan dengan cara berdo'a dan mendo'akan. Sedang, untuk hal-hal yang (memag) tidak pantas kau rindukan, maka lepaskanlah dengan membuangnya jauh-jauh dari hatimu.

    Tentang hal-hal lain yang berhasil menyita fokus fikiranmu dan meminta sebagian hatimu. Lepaskan sajalah. Kau tahu, persoalan 'melepaskan' itu tidak terlepas dari 'meng-ikhlaskan'. Melepaskan memang bukan pekerjaan mudah. Karena ketika kita melepaskan 'sesuatu', itu artinya kita sudah siap untuk merelakan. Dan yang terpenting ialah meng-ikhlaskan.

    Selamat melepaskan. Selamat memiliki hati paling lapang. :) 




  11. Mencintai Badai

    Kamis, 28 Mei 2015


    Saat itu kita sedang duduk di shelter bus, menunggu trayek yang tak kunjung tiba. Padahal sudah hampir satu jam kita menunggunya. Tiba-tiba saja petir menyambar, dan hujan meluruhkan rintiknya, yang awalnya masih berupa butiran kecil, akhirnya semakin menderas. Aku mulai mengeluh. Tapi kamu justru memulai percakapan.

    Kamu : Apa yang kamu keluhkan?

    Aku : Hujan. Tiba-tiba saja menderas. Ah, Tuhan seperti tidak tahu kondisi kita sekarang saja. Sudah lelah-lelah menunggu, masih terkena tempias air hujan. Belum lagi nanti jika sudah sampai, kalau hujan belum berhenti, kita pasti akan kehujanan juga.

    Aku memulai keluhanku, sedangkan kamu justru menertawaiku.

    Aku : Mengapa kamu tertawa? Apakah kata-kataku ada yang kau rasa lucu?

    Kamu : Ya kamu lucu, lucu sekali. Kamu tahu, ini baru sekedar hujan saja omelanmu sudah tidak terputus. Bagaimana jika yang kita hadapi sekarang adalah badai. Bisa-bisa aku akan menghabiskan sisa perjalanan untuk mendengarkan ber-ton-ton keluhanmu, kamu tidak lelah?

    Aku : ...

    Kamu : Kalau boleh memilih, kamu lebih suka hujan atau badai?

    Aku : Ya jelas lebih baik hujan-lah. Yang hujan begini aja udah bikin repot, apalagi badai.

    Kamu : Haha, sudah kuduga. Dan kebanyakan orang pasti akan mengambil pilihan sepertimu. Kalau aku, aku akan memilih badai.

    Aku : (mengeryit heran) Hah, kamu serius?

    Kamu : Ya aku serius. Lebih tepatnya bukan memilih, tapi mencoba untuk mencintai badai. Tentu ini bukan badai dalam arti sebenarnya. Badai dan hujan ini kuanalogikan seperti problematika dalam hidup kita.Badai itu ibarat masalah maha dahsyat yang kita alami dalam hidup ini. Jika kita tidak mencoba mencintai 'badai' ini, yang kita lakukan pasti akan sebaliknya, yaitu membencinya. Hidup kita akan dipenuhi keluhan dan cemooh terhadap segala hal. Menyalahkan diri sendiri, orang lain bahkan Tuhan nanti akan ikut-ikutan disalahkan.

    Aku : Ah kau ini, bagaimana bisa kita mencintai masalah-masalah berat yang sedang kita hadapi. Kau ini semakin melantur saja.

    Kamu : Bisa. Sangat bisa. Mencintai 'badai' dalam hidup kita berarti bersabar dan berprasangka baik terhadap Allah. Pasti Allah memiliki maksud, mengapa kita dihadapkan dengan badai ini. Dan yang pasti, seseorang yang sudah pernah atau bahkan sering dihadapkan dengan badai dalam hidupnya, ia akan mudah untuk melewati hujan, apalagi gerimis kecil. Seringkali kita sudah salah berprasangka dahulu pada Allah, terkadang sebelum badai itu reda kita sudah menyerah dan akhirnya kita ditenggelamkan oleh pusarannya. Padahal seperti yang kita tahu, pelangi paling indah justru akan muncul setelah badai yang dahsyat. Untuk itulah dari sekarang ini aku akan mencoba mencintainya. Mencintai badai dalam kehidupanku.

    Dan percakapan kita terputus saat trayek yang kita tunggu-tunggu akhirnya tiba.

    (Percakapan imajiner anatara 'Aku' dan 'Diriku')

    Shelter Trans Jogja


  12. Ini tentang pertanyaan-pertanyaan teruntuk diriku oleh diriku yang dulu pernah aku pertanyakan.

    Allah itu sungguh-sungguh romantis. Buktinya, Dia selalu memberikan kejutan di akhir. Kejutan mengenai makna kehidupan dan makna dari dikabulkannya setiap do'a-do'a yang pernah kita ajukan pada-Nya.

    Do'a-do'a kita pasti dikabulkan. Ada tiga sisi mengenai dikabulkannya do'a-do'a yang ingin Allah tanamkan pada kita.

    Yang pertama : "Iya, boleh," Mengajarkan kita untuk bersyukur. Artinya keinginan kita selaras dengan ingin Allah.

    Yang kedua : "Iya, tapi nanti," Mengajarkan kita untuk bersabar. Ada kalanya Allah menunda kapan saat yang tepat untuk memberikan apa yang kita harapkan. Hal itu untuk mendidik kita, seberapa besar kerinduan kita pada-Nya, meskipun tidak diberi saat itu juga.

    Yang ketiga : "Iya, tapi yang lain," Mengajarkan kita keikhlasan. Bahwa kadang dengan tidak dikabulkan sesuai permintaan adalah cara Allah untuk mengabulkan do'a-do'a. Karena bisa jadi apa yang menurut kita baik, belum tentu menurut Allah itu baik. Allah yang telah menciptakan kita sewujud rupa. Dia jugalah yang paling mengerti apa yang dibutuhkan oleh ciptaan-Nya. Andaikan kita ini seorang penemu robot, kita berhak bukan untuk meng-utak-atik robot buatan kita semau kita? bukankah kita pula yang paling tahu apa yang dibutuhkan dan cocok untuk robot ciptaan kita? Itu sudah pasti.

    Sekarang jawabannya kembali pada diri kita masing-masing. Tetapkah kita pada persangkaan baik (khusnudzon) kepada Allah, atau justru sebaliknya. Sesungguhnya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam benak kita selama ini, sudah terjawab. 


    Senja di pusat Jogjakarta. Amsaina 'ala fitratil Islam.





  13. Mengambil Keputusan

    Selasa, 26 Mei 2015


    Orang dulu berkata, bahwa jika kita hendak mengambil suatu keputusan kita harus merencanakannya matang-matang. Memikirkan dampak dari keputusan yang kelak akan kita ambil. Siap memilih, berarti siap mengemban resiko.

    Perihal mengambil keputusan banyak orang yang sudah mampu melakukannya. Namun tentang siap menghadapi resiko dan beban tanggung jawab, saya rasa itu hanya sebagian kecil yang bersedia. Kadang saya berfikir, jika semua orang hanya ingin mengambil keputusan saja, lalu siapa yang akan bertanggung-jawab setelahnya? Pertanyaan berikutnya yang kemudian muncul adalah, masihkah ada orang-orang yang siap mengambil keputusan lalu menerima segala resiko dan tanggung jawab di belakangnya.

    Ternyata ada. 

    Saya bertemu dengan orang-orang yang berani mengambil keputusan kemudian siap mengemban resiko dan tanggung jawab dibelakangnya. Ada yang berani mengambil keputusan meninggalkan pekerjaan nya yang sudah mapan di perkantoran elite dan banting stir menjadi seorang pengusaha, dia tahu resiko yang dihadapinya adalah bangkrut dan dia siap untuk itu. Menurut saya dia ini orang yang keren.

    Ada juga seorang teman yang berani mengambil keputusan untuk memutuskan pacarnya, dengan resiko dia akan men-jomblo untuk sementara waktu, dan pasti hal itu adalah ujian untuk perasaannya sendiri. Karena ada pertanggung jawaban besar dibalik dia memutuskan pacarnya, yaitu tentang hubungan dengan Rabb-nya, karena dia menyadari bahwa hubungan sebelum pernikahan adalah hubungan paling tidak bertanggung jawab dan penuh kemudharatan. Menurut saya dia ini orang yang sangat keren. :)

    Tapi ternyata pada kenyataannya, banyak yang lebih suka bebas, tidak bertanggungjawab dan tidak mau mengambil resiko. 
    Kita mau jadi yang seperti apa? 

  14. Perempuan, tentang Menjaga

    Senin, 25 Mei 2015

    Perempuan, tentang Menjaga



    Ibu pernah bercerita kepadaku, bahwa seorang perempuan harus pandai-pandai menjaga dirinya dengan baik. Saat itu usiaku masih sangat belia. Sejujurnya aku idak begitu faham mengapa ibu berpesan seperti itu kepadaku. Kata ibu, suatu saat nanti ketia aku sudah berkepala dua aku akan memahaminya.

    Dan kini, saat aku sudah menginjak awal kepala dua aku mulai memahami dengan baik mengapa dulu ibuku berpesan seperti itu. Jauh-jauh hari sebelum aku sudah tumbuh seperti ini.

    Ternyata urusan menjaga diri itu bukan urusan biasa-biasa. Ini urusan penting yang semua perempuan harus tau.

    Setiap perempuan sejatinya harus menyadari bahwa dirinya adalah perhiasan berharga. Menjaga diri berarti menjaga salah satu perhiasan terbaik di bumi ini. Seperti kata Nabi, sebaik-baik perhiasan di bumi adalah perempuan shalihah. Perhiasan itu akan nampak indah jika diletakkan pada tempat yang seharusnya, dibalik bilik rasa malu dan kehormatan. Sehingga tidak semua dan sembarangan orang mampu untuk memandang, terlebih menyentuhnya.

    Namun terkadang banyak yang merasa tergoda untuk menampakkan kilaunya. Berlomba untuk menjadi perhiasan paling cantik luarnya. Tapi dia tidak sadar, bayak tangan-tangan pencuri yang kapan saja siap menyentuhnya. Akan banyak pasang mata yang bisa saja mengintai kemanapun ia berada, mengambilnya dari tempat yang seharusnya ia terjaga.

    Aku sebagai perempuan terkadang ingin juga menampakkan kilau-ku pada sekitar. Namun acapkali keinginan ini berbisik, aku selalu teringat pesan ibu yang lain. Hati-hati nak, hati perempuan seperti kita itu ibarat gelas kaca. Sekali ia retak atau bahkan pecah maka akan sulit menyatu kembali walau diberi perekat paling baik sedunia. Jangan mudah untuk menebar pesonamu, jangan mudah tergoda oleh pesona disekitarmu. Jika memang keindahan paras terkadang mengusik perasaanmu, mintalah pada Allah agar kau mampu melihat keindahan yang datang dari hati. Tetaplah menjaga dirimu nak. Tetaplah menjadi perhiasan terbaik bagi ibu ayahmu, dan seseorang yang kelak menggenapkanmu.

    Jogja. Menjelang Duhur, dibawah langit yang mentarinya masih menyembul malu-malu.

  15. Sendiri

    Selasa, 19 Mei 2015



    Kau tahu, sendiri itu adalah ujian berat.
    Berat karena kita harus bersabar lebih terhadap godaan perasaan yang rasanya ingin segera mekar lalu menggenap.

    Bersabar terhadap dorongan diri sendiri akan keinginan-keinginan jemu, atau sekedar kesenangan saat disapa dan diperhatikan. Terlihat sepele memang, tapi itu sangat mampu untuk menjerumuskan.

    Sendiri adalah tentang menekan ego pribadi kita, agar ia mampu meredam dan tidak diluapkan. Karena saat ego dipaksakan, ia akan mencoreng bagian dari diri kita yang bernama harga diri. Jika kamu pernah mengaji, pasti faham apa itu menjaga 'iffah dan 'izzah.

    Sendiri adalah tentang susah-payah untuk beristiqomah melawan segala keinginan untuk dilihat serta dipuji dengan segala materi berpayung duniawi, memaknai hidup bahwa ajal senantiasa mengikuti dan mendampingi, kapan kita akan diberi giliran untuk disinggahi mati.

    Sendiri juga adalah tentang memantaskan diri. Apakah kita sudah pantas dan cukup bekal untuk menghadapi penghidupan abadi. Karena memantaskan diri itu tidak hanya sesederhana keinginan untuk segera menemukan pendamping duniawi. Kau tahu, bahkan aku sampai detik ini masih berusaha agar tidak hanya niat menggenap yang kujadikan sandaran untuk perbaikan diri, semoga Allah juga melihat bahwa diri yang lemah ini juga sedang berusaha untuk memantaskan diri dihadapan Rabb-nya.

    Sendiri pun berlaku pula untuk orang-orang yang sudah menggenap. Bahwa isi hati setiap pribadi tidak akan ada yang mengetahui kecuali dirinya sendiri. Bahwa ketika sudah menggenap-pun, ujian kesendirian itu (kadang) terasa lebih berat.

    Semoga kesendirian kita semakin memupuk dan menyuburkan keimanan kita. Ianya terus tumbuh ranum dalam naungan kethawadu'an. Semoga kesendirian ini menjadi pemberat timbangan kita kelak. Ya, semoga kesendirian ini kelak menjadi jalan cahaya.

    Semoga Allah segera genapkan jiwa-jiwa yang masih sendiri. Selamat memantaskan diri. :)

    Yogyakarta, saat matahari belum memunculkan saga-nya.

  16. Tentang Perjalanan

    Jumat, 01 Mei 2015


    Setiap perjalanan pasti menyimpan kenangan. Meninggalkan sebentuk hikmah serta pelajaran berharga. Dan setiap orang memiliki perjalanan masing-masing sesuai tujuannya.

    Seperti perjalanan hari ini. Mungkin ini terasa hampir sama dengan perjalanan-perjalanan sebelumnya. Namun setelah aku memikirkan ulang, rasanya ini beda. Dan aku percaya, setiap perjalanan akan menceritakan kisahnya sendiri. Menjadi sebuah kumpulan cerita pendek atau bahkan novel yang berjilid-jilid yang tak ada kata 'tamat'nya. Kecuali Sang Penulis Skenario menginginkan untuk mengakhirinya.

    Dalam setiap perjalanan tidak melulu berisi kebahagiaan dan kesenangan. Karena cerita yang indah justru lahir melewati plot-plot yang berisi kesedihan, ujian, ketakutan, rasa sakit dan hal-hal lain yang mungkin menurut para pembaca tidak menyenangkan. Tapi lihatlah, ternyata cerita perjalanan tidak akan berakhir hingga disitu.

    Pada akhirnya akan ada secercah cahaya diujung sana. Kita hanya perlu membaca ceritanya sedikit lebih banyak. Agar tidak menjustifikasi perjalanan pada plot terakhir yang kita baca. Karena pemahaman-pemahaman baik kelak akan mampu kita rasakan nanti, diujung cerita.

    Maka bersabarlah pada cerita perjalanan ini. Oh iya, jangan lupa untuk meminta pada Sang Penulis Skenario cerita, agar cerita perjalanan kita diakhiri dengan ending paling baik. Semoga saja. :)

  17. Untuk para laki-laki. Jangan terlalu ramah pada perempuan, kecuali kepada ibumu dan saudarimu. 

    Tidak, bukannya kami perempuan melarangmu untuk bersikap baik. Tapi bersikap baik pun ternyata ada ketentuannya, yaitu bersikap baik yang sesuai tempat, waktu dan kepada siapa.


    Tentang bersikap ramah terhadap perempuan, itu hal yang wajar saja. Tapi kami mohon, tolong jangan terlalu baik. Kalian pasti faham, bahwa kami diciptakan Tuhan dengan kepekaan perasaan dan intuisi yang lebih dibandingkan kalian. Bisa jadi, senyum kalian yang tidak disengaja. Sedikit perhatian berlebih dari kalian. Sekedar sapaan disetiap perjumpaan. Mungkin hal-hal berbau keramah tamahan yang kalian lakukan sedikit ‘terlalu’ sudah cukup mampu membuat kami terjatuh.

    Syukur-syukur jika hanya terjatuh, lalu bagaimana jika sudah jatuh, kita akhirnya harus cinta pula. Ah, ini sungguh rumit. Jadi tolong ya. Bersikap biasa saja. 

    Karena jika perempuan sudah jatuh kemudian cinta, akan sulit baginya untuk mengobati hati seperti sediakala. 

    Laki-laki, kau tahu? Hati adalah hal yang berharga bagi perempuan. 
    Semoga kalian faham. :)


  18. Untuk para perempuan.
    Jangan terlalu baik terhadap lawan jenismu, kami laki-laki. Kecuali kepada ayah dan saudaramu.
    Kau tahu, bagi kami setiap tutur kalian adalah keindahan dan kenyamanan. Ah bahkan ketika kalian diam pun, bagi kami kalian adalah makhluk yang indah. Maha Suci Tuhan yang sudah menciptakan kalian dengan sebegitu rupa.
    Jika kalian diibaratkan bunga, ingin rasanya kami petik bunga itu dan diletakkan disisi terindah di hati kami. Tapi kemudian kami sadar, bahwa Tuhan kami sudah memberi batas-batas sampai dimana kami boleh memperlakukanmu. Ya untuk sekarang kami mungkin hanya mampu untuk memandangmu, itupun tidak sembarangan kami boleh memandang. Ada hal-hal tertentu dalam agama yang mengatur kami, bahkan untuk sekedar menatapmu.
    Maka tolong bantulah kami untuk menjaga dirimu sendiri. Bantulah kami agar tidak melukaimu dan memetikmu sebelum waktunya. Bantulah kami dengan cara bersikap biasa-biasa saja, atau baik yang seperlunya. Karena kebaikan yang sedikit lebih banyak, jika itu kalian yang melakukannya terhadap kami, itu akan semakin menyulitkan kami untuk tidak menatap kalian.
    Tolong jaga diri kalian sendiri ya. Tolong biasa-biasa saja. Tolong agak tegas juga tidak apa-apa, kami akan mengerti.
    Semoga kalian mampu memahami. :)

  19. Akun Tumblr

    Rabu, 29 April 2015


    Untuk teman-teman yang selama ini sudah menjadi pembaca di blog From JOGJA with Notes ini saya ucapkan apresiasi yang sebesar-besarnya. Beberapa waktu lalu ada beberapa teman yang menanyakan kapan saya akan memosting tulisan kembali di blog. Mohon maaf, mungkin untuk dua bulan terakhir ini saya akan jarang memberi postingan di alamat blog ini yaitu muhshonah.blogspot.com, dikarenakan ada satu dua hal lain yang tidak bisa saya jabarkan disini. Tapi alhamdulillah, From JOGJA with Notes telah melebarkan sayapnya ke akun Tumblr. Teman-teman bisa mengaksesnya di muhshonah.tumblr.com . Semoga bermanfaat. Semoga semakin banyak pemahaman baik yang dapat dipahami. InsyaaAllah. :)

  20. Tentang Kesungguhan

    Jumat, 10 April 2015

    Tentang kesungguhan, kau tahu ternyata kesungguhan itu dapat dilihat meskipun wujudnya tidak kasat mata.
    Kesungguhan juga dapat didengar, tentunya dengan hati nurani yang jernih.
    Kesungguhan dapat pula kita rasakan, dengan gerak gerik dan ucapan yang mantap. Dan itu akan selalu menjadi pertanda baik bagi siapa saja yang sedang menunggu tentang kesungguhan yang memang sedang diperjuangkan.

    Lucunya, ada orang yang mengaku bahwa mereka sungguh-sungguh, tapi sama sekali tidak terasa kesungguhannya. Bahkan dengan hati nurani yang jernih sekalipun, masih belum mampu merasakan kesungguhan itu.

    Karena kesungguhan bukan sekedar niat, tapi bagaimana kita berikhtiar.



  21. Berlayar Menuju Dermaga

    Selasa, 07 April 2015



    Setiap orang sejatinya sedang mengayuh perahunya masing-masing. Kita adalah nelayan yang sedang berlayar menuju dermaga.

    Ada yang besar dan kuat perahunya, dengan harapan ketika ada ombak datang ia tidak tergoyahkan. Ada yang terbuat dari baja, agar kelak jika bergesekan dengan karang ia tetap mampu berlayar. Ada pula yang kecil nan ringkih, yang kelihatannya tidak bisa menahan ancaman apapun.

    Semua perumpamaan perahu itu hanyalah gambaran apa yang kita pandang secara kasat mata. Belum tentu, perahu yang besar dan kuat akan mampu menahan gempuran ombak, karena masih ada Dia yang mampu memungkinkan segalanya. Belum tentu, perahu berlapis baja itu tak akan karam ketika bergesekan dengan karang, karena masih ada Dia yang mampu memungkinkan segalanya. Belum tentu, kapal kecil nan ringkih yang semula disepelekan, justru dia yang akan sampai ke dermaga duluan, karena masih ada Dia yang mampu memungkinkan segalanya.

    Begitulah. Allah Maha Adil. Allah Maha Kuasa. Dia tidak akan membiarkan satu-pun makhluk-Nya luput dari pembagian rizki-Nya. Rizki dalam bentuk apapun. Makanan, minuman, harta, jodoh, anak dan lain sebagainya. Allah Maha Memampukan yang terlihat tidak mampu. Allah Maha Melemahkan yang terlihat kuat. Allah berhak atas segala sesuatu. Allah berhak untuk segalanya.

    Maka tugas kita adalah berusaha, berikhtiar dan berdo'a dengan sebaik-baiknya. Do'a, do'a dan do'a. Itulah fase terindah dimana kita mampu bercakap pada Rabb kita. Mengadukan segala resah, gundah, bimbang dan ketakutan. Mengisahkan kelelahan sepanjang perjalanan. Pun bersyukur atas segala curahan nikmat yang tiada terkirakan.Maka, jika do'a-do'a telah mengalir, tawakkal-ah yang akan terlahir. Tenanglah jiwa untuk melanjutkan perjalanan menuju dermaga.

    Semoga kita semua dipersatukan bersama orang-orang yang berlayar menuju dermaga yang sama. Semoga kita dihimpunkan dalam kemudahan bertemu dengannya, dengan orang-orang yang menjadikan Rabb-nya sebagai dermaga akhir-nya.

    Wallahu a'lam bish shawab.



  22. Tentang Diam

    Rabu, 25 Maret 2015

    Cerita tentang ungkapan hati. Bisa jadi ini terdetik dalam hatimu, baik laki-laki maupun perempuan.

    Ini perihal orang-orang yang memilih kesucian dan kebersihan hatinya terjaga:

    Jika aku boleh, rasanya aku ingin berkata dan mengungkapkannya.


    Tapi aku sadar, mungkin ucapku akan mengguncangkan dinding pertahananmu yang sudah susah-susah kau bangun.

    Aku juga sadar, akan ada gempa maha dahsyat di bilik paling dalam di hatimu yang siap memporak-porandakan dan meluluhlantakkan ketenangan perasaanmu.
    Bahkan mungkin hanya sekedar ucapan, "Aku mengagumimu"

    Untuk itu aku memilih diam, karena mengungkapkannya berarti aku siap untuk menanggung dosa karena berhasil memecahkan konsentrasi interaksi antara dirimu dan Rabb-mu.

    Aku tidak cukup punya tabungan pahala yang siap kuhanguskan dengan menjadikanku bayangan dan lukisan fatamorgana di sepasang pelupuk teduhmu.

    Kau tahu, dalam kebisuan ini aku menjaga mu.

    Meski sejatinya aku benci untuk membisu dan menyimpan sendiri perasaan ini.
    Tapi, demi tidak mengusik kehormatanmu aku merindukanmu dalam bait-bait do'a.
    Karena setahuku, do'a adalah ungkapan rindu paling dahsyat. Biar Tuhan yang memilihkan dan menentukan. Dia Yang Maha Tahu.
    Sedangkan aku tidak tahu menahu tentang apa-apa tentang mu, kecuali secuil kekaguman.

    Dalam diam ini, aku juga tidak ingin meletakkan harapan padamu. Karena jika aku meletakkan harapanku pada selain Rabb-ku, aku pasti akan kecewa.


    Karena aku diam bukan berarti aku tidak berusaha.


    "Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang, maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya sebuah pengharapan, supaya kau mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain-Dia. Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya"


    Teruntuk jiwa-jiwa yang sedang merindu. Cukup 'titipkan' rindumu pada Sang Penggenggam Segala Hati. Bahwa Dia pasti tahu mana yang terbaik bagimu. Berusahalah, beriktiarlah, berdo'alah lalu tawakkallah.






  23. Kadangkala aku merasa berputar-putar sendiri. Melewati hari, subuh, senja dan petang yang acapkali terasa sama.

    Memperhatikan daun daun yang layu kemudian gugur, setelah itu menyatu dengan bumi.
    Menyaksikan ruh-ruh baru yang terlahir dari rahim ibunya.
    Memandangi ruh-ruh yang juga berpulang pada Penciptanya.

    Banyak jalan yang kulewati. Kadang kecil, sempit dan curam. Terkadang luas, lapang dan nyaman. Namun keduanya tidak memberiku sumbangan terhadap nafas hidupku sekalipun. Karena aku sadar, ruh ku dapat kembali bahkan di jalan yang paling mulus sekalipun.

    Kemudian aku mulai melipat jarakku dengan matahari dengan begitu sadis. Tanpa mengilhami dan meng-imani bahwasannya jarak ini semakin lama semakin kerdil. Aku seperti jiwa yang tidak memiliki isi mengenai hakikat dan tujuan dari melipat jarak antara aku dan matahari. Hingga jarak antara subuh dan senja seringkali terlupa dan tidak terasa.

    Dan saat jarak antara aku dan matahari semakin dekat. Lalu aku sadar bahwa aku tidak bisa meminta kembali tumpukan lipatan yang sudah aku tinggalkan di tahun-tahun sebelumnya. Pun aku tidak bisa menerka akan berapa jauh lagi aku bisa melipat kembali jarak ku dengan matahari.

    Aku tersungkur di waktu dimana matahari hampir menyinari, semoga aku masih diberi sujud-sujud yang selalu mengiringi perjalananku di sepanjang jarak menuju matahari.

    Yogyakarta, waktu dhuha.

  24. Biar Allah yang Menggerakkan

    Sabtu, 21 Maret 2015

    Saat kita gundah dengan segala keterbatasan, justru disitulah keadaan paling baik untuk mensyukuri apa yang sudah kita miliki. Betapa jauh lebih banyak yang tidak seberuntung kita. Syukuri, maka biarlah Allah yang akan menggerakkanmu kesana.

    Ketika dihadapkan pada dua pilihan besar, antara kesuksesan diri dan kemaslahatan ummat, kadang disitu hati kita benar-benar diuji. Kelak cinta kitalah yang akan menggerakkan kita pada hal yang kita cintai. Jika memang harus memilih ummat, biarlah Allah menggerakkan kebaikan-kebaikan datang tanpa kita duga.

    Saat banyak orang memilih jalan yang mulus, luas dan ramai justru kita diberi pilihan untuk melewati jalan kecil, sempit nan curam. Disitulah kadang ego kita berperang, sungguh tidak mudah memilih jalan yang ber-aral. Tapi jika memang jalan itu yang harus kita ambil, maka biarlah Allah yang menggerakkan kaki kita untuk kuat melangkah dan melewati segala cabaran.

    Ketika jalan yang kita tempuh akhirnya tidak mudah, maka biarlah Allah yang memudahkan. Biarlah Allah yang menggerakkan hatimu agar mantap di jalan itu. Biarlah Allah yang menggerakkan kakimu agar tetap kuat melangkah dan berpijak. Biarlah Allah yang menggerakkan alam disekitarmu dan orang-orang disekelilingmu bersahabat denganmu.

    Maka pada akhirnya, biarlah Allah yang menggerakkan. Karena Dia yang memintamu untuk melewati jalan ini, Dia pula yang akan memudahkannya.

    Dan beginilah dakwah.

  25. Semoga Memahami

    Jumat, 06 Maret 2015



    Selayang tulisan untuk adik-adik didikku.

    Kata yang pertama kali muncul dalam benak kakak saat melihat binar-binar mata kalian, "Tuhan, mereka ibarat butiran permata yang teramat berkilauan."

    Adikku, kau tahu?

    Permata terindah itu berasal dari perut bumi paling dalam. Di tempat paling tidak nyaman. Panas. Bau belerang. Gelap dan pengap. Begitulah kalian saat ini. Kalian diasih dalam segala ketidak nyamanan. Gerak kalian tidak bisa sebebas bebatuan yang lain. Yang bisa menggelinding sesuka hati. Sedangkan kalian 'dipaksa' untuk tetap berdian ditempat. Dipanaskan dan didiamkan sedemikian lama. Namun kalian perlu tahu, pada saatnya kalian keluar nanti, kalian akan sangat bernilai harganya. Tentu orang awam pun tahu dan bisa membedakan mana yang batu apung dan mana yang batu permata bukan? Dan kalian adalah batu permata yang masih dipanaskan di perut bumi itu.

    Adikku, kau tahu?

    Kadang mungkin kalian merasa jengkel, sebal dan tidak terima saat kakak mu ini menghukum kalian karena suatu kesalahan. Atau kadang kalian merasa apa-apa serba dilarang. Tidak boleh ini. Tidak boleh itu. Adikku, kalian tahu Muhammad Al-Fatih? Itu lho komandan pasukan kekhalifahan Turki Utsmani yang berhasil merobohkan dinding-dinding perkasa Konstantinopel, dulunya sewaktu kecil dia dididik oleh seorang guru yang teramat tegas. Hei tapi jangan salah, seandainya dulu si Fatih kecil tidak dididik dengan ketegasan, dia tidak akan pernah menjadi seorang panglima besar yang namanya dikenang sepanjang zaman. Karena ketidak tegasan akhirnya hanya melahirkan generasi-generasi lemah yang tidak siap berjuang. Dan kakak tidak ingin kalian seperti itu. Kakak ingin esok kalian akan menjadi pembuka gerbang peradaban Islam selanjutnya. Adikku, kejayaan Islam dan peradaban yang mulia hanya dapat kita ciptakan kembali jika kita mampu tegas dan kuat memegang prinsip hidup kita. Itulah yang kakak harapkan kelak menyatu dalam pribadi kalian.

    Adikku, kau tahu?

    Ketika kalian sakit. Mendapat masalah. Menangis karena suatu alasan, disini kakak kalian ikut merasakan. Kakak juga kepikiran. Ah lucunya kakak kalian ini. Kakak bukanlah kakak kandung kalian. Pertalian darah baik dekat maupun jauh saja tidak ada. Jadi sebenarnya kenapa ya kakak harus bersusah payah memikirkan kalian. Merasakan ketidaknyamanan kalian. Merasakan kesedihan kalian. Haha, entahlah kakak juga tidak paham. Tapi belakangan kakak menyadari, ini merupakan cinta. Cinta seorang saudara seiman kepada saudaranya yang lain. Rasa cinta yang perlahan menyatu menjadi rasa persudaraan. Ukhuwah. Adikku, ternyata ukhuwah bersama kalian itu indah.

    Adikku, kau tahu?

    Ternyata Allah menjadikan kalian sebagai batu loncatan bagi kakak untuk meraih ridha-Nya. Betapa kakak sangat berterimakasih, karena lewat kalian lah kakak belajar untuk lebih dewasa. Lewat kalian lah kakak belajar untuk lebih memahami dan belajar karakter dan kepribadian manusia. Lewat kalian lah kakak belajar untuk tidak pamrih dan menyemai selalu keihklasan dalam setiap tindakan yang kakak ambil. Dan lewat kalian lah sebenarnya, Allah memberi kesempatan seluas-luasnya bagi kakak untuk mengumpulkan tabungan akhirat. 

    Alhamdulillah. Kakak sangat bersyukur. Bersyukur sekali.

    Adik-adikku, semoga kalian mampu memahami. :)
    Uhibukunna fillah.

    Dedikasi untuk adik-adikku di Rumah TahfidzQu Deresan.

  26. Rumus : Menjadi Baik

    Rabu, 04 Maret 2015


    Andai semua orang tahu dan paham, bahwa yang terbaik sudah disediakan Tuhan bagi kita. Kita tidak perlu resah dan takut. Takut tidak laku, takut tidak disukai, takut sendiri seumur hidup dan ketakutan-ketakutan lainnya.

    Ada sebuah rumus yang teramat indah. terutama jika kamu mau memahami, belajar dan mengamalkannya. Percaya atau tidak, ini seperti sebuah ramalan tentang siapa jodoh kita nanti. Aku akan memberitahumu, tapi ingat, jika tidak dipraktekkan maka hasilnya sama saja.

    Ssstt... ini rahasia. :)

    Kau tahu, Tuhan mengajari kita bahwa sesiapa yang ingin mendapat jodoh terbaik, maka dia harus memetamorfosa dirinya terlebih dahulu. Jadilah baik, maka kau akan dibersandingkan dengan orang-orang baik. Bahkan rumus ini bukan hanya untuk urusan perjodohan, tentu lebih luas. tentang bagaimana kita akan bertemu orang-orang baik dan mampu memberi kebaikan secara terus-menerus.

    Hei, Tuhan tidak akan pernah diam, percayalah. Terjaganya dirimu di sepertiga malam dengan surat-surat cinta yang kau alamatkan pada Tuhan akan selalu didengar oleh-Nya. Tidak ada yang luput. Tidak akan ada yang tercecer sama sekali. Tapi Dia Maha Tahu mana yang paling cocok dengan keadaan dirimu yang seperti ini dan seperti itu. 

    Ini sudah rumus kita sebagai manusia. Tapi kita tidak akan pernah mengerti rumus Tuhan yang pasti dan paling baik eksekusinya bagi kita. Maka tetaplah menjadi baik. Karena kita tidak tahu mana diantara ribuan sujud kita yang diterima. Mana dari sekian banyak do'a kita yang akan diwujudkan dalam hidup kita. Kita tidak tahu pada detik ke berapa kita disudahi jatah hidup di dunia.

    Tetaplah menjadi baik, lebih dari sekadar keinginanmu mendapatkan jodoh yang juga baik sepertimu. Sekali lagi, menjadi baik bukan berarti karena pamrih supaya Tuhan memberimu jodoh seperti ini atau itu. :)

  27. Seseorang yang Menyentuh Hatiku

    Sabtu, 28 Februari 2015


    "Saya pernah beberapa hari makan nasi aking, karena memang tidak ada beras yang bisa dimasak"- ucap putri sulung dari pasangan buruh tani yang bahkan gajinya hanya berkisar lima hingga sepuluh ribu rupiah ini.

    Malam ini saya dipertemukan Allah dengan seorang hamba yang boleh dikata luar biasa.
    Namanya mbak Birrul Qadriyyah. Sekilas jika dilihat penampilan beliau terlihat sederhana, lugu dan pendiam. Namun presepsi itu akan segera sirna saat melihat beliau mulai beretorika.

    Bukan. Bukan karena dia anak konglomerat, dandanan wah ataupun barang branded yang dikenakannya. Kesemua itu benar-benar tidak ada pada diri perempuan berwajah teduh ini. Tetapi apa yang telah ia torehkan dan membekas menjadi tinta emas dalam sejarah hidupnya yang membuat dada saya sesak dan mata saya berkaca-kaca.

    Dilahirkan dalam keluarga 'bersahaja' dan tergolong dhuafa tidak membuatnya minder dan malu untuk melangkah. Justru, lantai rumahnya yang beralaskan tanah itu benar-benar telah menjadi saksi bisu perjalanan hidupnya. Bencana gempa Bantul 26 Mei 2006 merubuhkan satu-satunya 'istana' tempat keluarganya selama ini berteduh di dalamnya dan merupakan titik beliau untuk bangkit dan melejit.

    Berbekal tekad kuat, do'a ibu serta ikhtiar dan tawakkal tinggi kepada Allah mbak Birrul memulai menoreh prestasinya satu demi satu. Dan tanpa terasa satu per satu mimpi yang selama ini dia tulis mulai bermekaran menjadi kenyataan.

    Sebagian prestasi-prestasi beliau dapat dicari lewat google dan link youtube berikut:
    https://www.youtube.com/watch?v=xWf42nwiLac

    Melalui beastudi ETOS dari Dompet Dhuafa beliau telah membuktikan bahwa kondisi terbatas dan ala kadarnya bukanlah penghambat langkah kesuksesan kita. Justru disitulah terkadang Allah 'menyelipkan' hikmah terbaik-Nya untuk pribadi kita.

    Dan malam ini, Sabtu 28 Februari 2015 perempuan sederhana benar-benar menghentak-hentak nurani saya. Meluluh lantakkan segala keangkuhan dan keputus asa-an yang sering saya jadikan tameng acapkali akan menentukan langkah. 

    "Manusia itu dilengkapi dengan kelebihan dan kekurangan. Tinggal kita ingin memilih fokus pada kelebihan atau kekurangan kita saja. Jika kita fokus pada kelebihan itu namanya syukur, jika fokus pada kekurangan itu namanya kufur" 

    Terimakasih mbak, malam ini anda membuat saya jatuh hati.

    Teman-teman yang ingin mengenal 'siapa' beliau lebih lanjut bisa meng-klik:
    https://www.facebook.com/birrul.qodriyyah?fref=ts

    Pidatonya di hadapan Presiden RI 2009-2014 Susilo Bambang Yudhoyono
    https://www.youtube.com/watch?v=RrmjtGGuY4Y

    Atau menghubunginya di birrulqodriyyah@yahoo.co.id



  28. Tujuan

    Jumat, 27 Februari 2015




    Setiap hari, setiap detik bumi diisi oleh kaki-kaki yang selalu menapak dan melangkah. Pergi ke tempat satu dan lainnya. Pergi untuk satu tujuan yang bisa saja sama ataupun berbeda.

    Setiap hari kita juga melangkah pergi, untuk suatu tujuan yang kita simpan di hati. Berjalan menyusuri, dalam setiap langkah kita ada semangat untuk mencapainya ataupun keputus asa-an menggapainya. Itulah mengapa tujuan menjadi motivasi, mengapa kita harus berjalan ke arah sana.

    Tujuan selalu menjadi titik dimana kita akhirnya berlabuh. Titik dimana kita merasa puas jika mampu meraihnya. Titik dimana kita juga kecewa saat pencapaiannya tidak sesuai gambaran di benak kita.

    Bukan seberapa besar dan hebat tujuan kita yang membuat kita puas dan berharga, tapi bagaimana menentukan tujuan dan meletakkannya di sisi terbaik dalam diri kita, yaitu hati.

    Ada tujuan yang akhirnya membawa pada kenistaan ada pula yang membawa kemuliaan. Karena hidup ini adalah proses menuju tujuan akhir. Dan sesiapa yang meletakkan tujuannya pada proses, maka jika di tengah jalan nanti ia menemukan aral, dia akan mudah patah terjatuh.

    Orang tua saya selalu berkata, bagi seseorang yang menjadikan hidup sebagai proses untuk menuju Tuhan-nya, dialah yang akan berhasil. Karena hidup adalah perjalanan menuju tujuan paling utama, Tuhan.

    Dhuha di pusat kota Jogja.

  29. Sejenak

    Rabu, 25 Februari 2015


    Adakalanya kita perlu berdiam sejenak.

    Menatap lorong-lorong sempit di balik jalan yang ramai. Menilik bilik-bilik bambu yang berderet bak gerbong kereta nan kumuh. Dengan penumpang yang melebihi kapasitas, cahaya yang terbatas, dan lingkungan tak pantas. Kau lihat, bannyak kaki-kaki kecil tanpa alas kaki yang berlari menyingsing lorong yang tak pernah sepi, mencari harapan yang tersisa diujung sana.

    Dan kita perlu berdiam sejenak.

    Maka bandingkanlah dua kutub yang saling bersebrangan ini. Di balik restoran mahal tempatmu tertawa dan senang-senang, dan terkadang makanan masih kita sengajakan bersisa. Di tong sampah restoran mu itu, seorang ibu menggendong anak yang meraung kelaparan, mengais sisa-sisa makananmu yang sengaja kau buang. Demi gengsi yang kadang entahlah, tak faham.

    Maka sejenak coba rasakan.

    Jika simsalabim secara magic kau dan ibu itu bertukar posisi. Bagaimana perasaanmu.

    Sekarang apa yang harus kamu lakukan, jika hal ini memang benar-benar terjadi. Dan kau berada pada posisi orang yang diangkuhi.

    (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri)

    Renungan di sepanjang jalan di Jogja. Saat dua sisi seperti raja dan pelayannya. Bak mengangkuhi keadaan sebagiannya. Dan saya selalu bersyukur, untuk tidak hidup dengan mubadzir, dengan hanya membayangkan berada di posisi mereka. Syukur itu sederhana.

  30. Ada yang Diam-Diam

    Kamis, 19 Februari 2015



    Mungkin saja ada, orang yang diam-diam memandang dirimu dari jauh. Kadang tersenyum sendiri memperhatikan tingkah mu. Terkadang pula turut sedih saat dirimu diberi ujian oleh Allah. Di lain hari ia turut marah saat ada yang mengganggu dirimu.

    Ada yang diam-diam, mengikuti pertumbuhan kamu. Sejak saat kau mulai merasakan kelabilan jiwa, hingga kematangan sempurna. Lalu, diam-diam ada semburat jingga malu-malu di wajah seseorang di sudut sana yang tidak pernah kamu sadari kehadirannya.

    Ada yang diam-diam memeriksa seluruh time line social media-mu. Membaca setiap postingan-postingan. Kadang tersenyum. Kadang dahinya mengeryit. Kadang juga dia menghela nafas panjang. Tapi dia akhirnya benar-benar membaca akhlak mu dari seluruh akunmu.

    Ada yang diam-diam ingin mewujudkan mimpimu. Juga turut bersusah-payah di balik pengelihatanmu. Betapa baginya mimpimu, akan menjadi mimpinya juga nanti. Entah kapan, tapi ia yakin tentang hal itu.

    Ada yang diam-diam mencari tahu seluk-belukmu. Memburu segala apa yang kau sukai dan benci. Mengenal dirimu dari orang-orang terdekatmu, dengan jaminan bahwa mereka tidak akan mengatakan padamu perihal seseorang yang diam-diam memperhatikanmu. Dia tahu orang tuamu, tempat dan tanggal lahirmu bahkan alamat rumahmu.

    Kemudian, ada yang diam-diam akhirnya kecewa. Saat melihat dirimu, akhirnya bertemu orang yang juga diam-diam memperhatikanmu, tapi kemudian orang itu telah jauh berikhtiar agar siap berdiri di sampingmu.

    Bukan hanya diam-diam menunggumu, tanpa ada ikhtiar mendekati Rabb mu.

    Yogyakarta, gerimis kecil setelah hujan. Di taman penuh cahaya.

  31. Dari Hati

    Rabu, 18 Februari 2015


    Menjadi pendidik itu risalah langit.
    Ya memang ungkapan ini benar adanya.
    Setidaknya pengalaman hari ini menjadi bekal yang sangat berharga bagi saya.

    Karena suatu alasan, kedua anak didik saya di sebuah Madrasah Aliyah tidak bisa mengikuti tour ke Bali. Alasannya sebenarnya lebih kepada mudharat yang ada di pulau dewata itu.

    Oke, pada akhirnya siang tadi selepas duhur saya ditemani seorang teman menghadap bagian kesiswaan. Sangat ramah, itulah yang saya tangkap saat beliau menyambut kami di ruangannya. Namun dugaan itu berbalik saat saya mengutarakan maksud saya untuk meminta dispensasi ketidak ikut sertaan kedua anak didik kami.

    Dari nada bicara beliau, terlihat kontra dengan alasan yang saya utarakan, bahkan terkesan menuduh saya tidak percaya dengan sekolah dan kebijakannya. Hati saya berontak, bukan itu pak alasannya. Namun gejolak yang ingin keluar ini saya tahan kuat-kuat. Tahan... tahan...

    Menit-menit berikutnya saya tetap mendengarkan dengan seksama, tanpa menyela sedikitpun apa yang beliau sampaikan. Setelah puas menyampaikan akhirnya beliau diam, mungkin beliau sedikit heran melihat saya diam saja dan tidak menyela sedikitpun. Ya, saya terus berusaha tetap tenang meskipun dihadapkan dengan ucapan yang meledak-ledak di hadapan saya.

    Setelah merasa mendapat timing yang pas, saya mencoba melobi kembali. Mengucapkan apa yang sebenarnya ingin disampaikan dari hati kecil saya. Sesederhana kekhawatiran seorang ibu pada anaknya. Namun ajaibnya, akhirnya anak-anak kami diizinkan juga untuk tidak ikut serta, dengan syarat ada tugas pengganti. Alhamdulillah, akhirnya ada juga jalan tengah.

    Dari situ saya yakin, apapun yang diungkapkan dengan hati, akan mudah diterima dengan hati. 


    "Menjadi pendidik, adalah risalah langit. Saat anda melakukannya tanpa keikhlasan, siaplah menanggung kerugian dunia dan akhirat. Banyak guru yang frustasi, terkena gangguan jiwa atau stroke di dunia Arab. Penyebab utamanya adalah salah niat. Berkecimpung di dunia pendidikan ibarat menceburkan diri dalam lautan masalah. Hanya ketulusan niat lah yang membuat anda bertahan"
    (Prof. Sholeh Isyan)




  32. Catatan : Mencari Diri Sendiri

    Rabu, 04 Februari 2015


    Tekadang kita bingung mengenai suatu permasalahan.

    Bingung mencari penyebabnya. Bingung pemecahannya. Bingung harus bagaimana.

    Terkadang, justru kita menyalahkan orang. Dialah yang menyebabkan. Dialah yang menimbulkan. Dialah yang membuat segala kerumitan.

    Semakin dicari semakin memusingkan. Semakin ditanyakan, semakin tak menemukan jawaban. Semakin keras mencari pelarian, semakin besar masalah dan diri kita kejar-kejaran.

    Padahal, ketika kita bingung mengenai suatu permasalahan kita cukup diam sejenak. Mengambil jeda nafas kita satu-satu, secara teratur. Menyederhanakan ritme pernafasan. Menghirup ketenangan. Berdiam sejenak. Tenang sejenak. Menghela nafas sejenak.

    Kau tahu, pada akhirnya selama ini kita hanya berputar-putar di tempat. Akar permasalahan yang kita cari. Solusi yang kita kejar. Pemecahan dari sekian kompleks kebingungan ada disini. Di diri kita sendiri.

    Maka kenalilah diri kita, agar kita semakin kenal dengan Tuhan kita. 
    Jangan-jangan, kita tidak mengenal ego kita yang terlalu tinggi, hingga mudah menyalahkan orang lain.
    Jangan-jangan, kita tidak mengenal angkuh diri kita, sehingga susah menerima masukan dan perbaikan.
    Jangan-jangan, kita tidak mengenal kebodohan diri kita, sehingga kita merasa sudah cukup pintar.
    Jangan-jangan, kita tidak mengenal kelemahan kita, sehingga kita sok kuat menghadapi dunia ini sendiri.
    Jangan-jangan, kita tidak mengenal kebutuhan kita, sehingga kita dengan mudah meninggalkan pilar-pilar agama.
    Jangan-jangan, kita tidak mengenal keyakinan kita, sehingga kita mudah diombang-ambingkan musuh kita.
    Jangan-jangan, kita lupa bahwa kita adalah manusia. Yang akan mati, lalu dihisab amal-amalnya.

    Ya, jangan-jangan kita lupa. Lalu di akhirat besok, kita mau jawab apa?

  33. Sinergi

    Senin, 02 Februari 2015



    Sinergi itu menautkan yang terlepas. Menyimpulkan yang terserak.

    Dalam sebuah sinergi, tiap-tiap embun adalah komponen yang nantinya akan menetes. Meresap kuat lalu memberi manfaat.

    Dalam sebuah sinergi kelemahan tertutupi. Kekurangan terkikis. Keminor-an tersublim. Hal-hal negatif menyublim.

    Dalam sebuah sinergi kaki menjadi barisan. Barisan menjadi kumpulan. Kumpulan menjadi massa. Akhirnya massa menguatkan dan membenahi sebuah peradaban.

    Dalam sebuah sinergi dua insan bertaut dan saling terpatri. Menyeimbangkan segala ketimpangan. Membenahi yang keliru. Melengkapi yang kurang. Menambah ke-solidan. Membentuk lingkup kecil sebuah perubahan.

    Dalam sinergi, kutub positive dan negative bertemu. Saling tarik-menarik. Menyulap pecahan menjadi mosaik. 

    Dalam sinergi, simpul-simpul yang tumpul akhirnya menemukan titik.

    Jogja, malam yang bersinergi dengan kejora.

  34. Catatan : Hari Esok

    Sabtu, 31 Januari 2015



    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    bahwa ternyata kekecewaan hari ini adalah pencapaian yang tertunda dan lebih indah gantinya.

    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    bahwa ternyata sakit yang dirasa hari ini adalah nikmat sehat yang akan dirasa setelahnya.

    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    bahwa kesedihan hari ini, akan terlupa dengan bahagia yang sederhana.

    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    bahwa penantian kita hari ini, tidak akan pernah sia-sia.

    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    bahwa perbaikan diri hari ini, berbuah manis sepanjang hayat kita.

    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    bahwa jodoh kita adalah do'a dan ikhtiar terbaik kita hari ini.

    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    bahwa ketika kita memilih untuk berlawanan arah dengan mayoritas, adalah jalan terbaik dan menuntun kita pada selamat.

    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    ternyata semua do'a kita dikabulkan, dengan cara terbaik.

  35. Catatan: Pada Akhirnya

    Jumat, 30 Januari 2015



    Ada yang mati-matian berdandan
    Agar para lelaki datang memandang
    Berharap, dari situlah ia menemukan pendamping yang diharapkan
    Padahal, pada akhirnya laki-laki lebih memilih perempuan yang sederhana dalam berdandan.

    Ada yang mati-matian berbelanja
    Mengejar mode baju terkini dan label ternama
    Berharap, laki-laki yang melihatnya akan langsung terpana
    Padahal, pada akhirnya laki-laki lebih memilih perempuan yang berpenampilan sederhana.

    Ada yang mati-matian menghafal lirik lagu
    Dari lagu yang lagi hits hingga lagu para artist terdahulu
    Berharap, laki-laki yang mendengarnya akan terpikat dengan suaranya yang merdu
    Padahal, pada akhirnya laki-laki lebih memilih perempuan yang membaca Al-Qur'an dengan penuh syahdu.

    Ada yang mati-matian ngumpulin duit
    Buat senang-senang dan pergi ke diskotik
    Berharap, laki-laki yang melihatnya akan merasa simpatik
    Padahal, pada akhirnya laki-laki lebih memilih perempuan yang sibuk menjaga dan memperbaiki diri agar semakin baik.

    Ada yang mati-matian begini dan begitu.
    Namun pada akhirnya, laki-laki yang baik akan tetap memilih yang bukan seperti itu.

    Jogja, lagi-lagi masih basah setelah guyuran hujan.