-
Sejenak
Rabu, 25 Februari 2015
Adakalanya kita perlu berdiam sejenak.
Menatap lorong-lorong sempit di balik jalan yang ramai. Menilik bilik-bilik bambu yang berderet bak gerbong kereta nan kumuh. Dengan penumpang yang melebihi kapasitas, cahaya yang terbatas, dan lingkungan tak pantas. Kau lihat, bannyak kaki-kaki kecil tanpa alas kaki yang berlari menyingsing lorong yang tak pernah sepi, mencari harapan yang tersisa diujung sana.
Dan kita perlu berdiam sejenak.
Maka bandingkanlah dua kutub yang saling bersebrangan ini. Di balik restoran mahal tempatmu tertawa dan senang-senang, dan terkadang makanan masih kita sengajakan bersisa. Di tong sampah restoran mu itu, seorang ibu menggendong anak yang meraung kelaparan, mengais sisa-sisa makananmu yang sengaja kau buang. Demi gengsi yang kadang entahlah, tak faham.
Maka sejenak coba rasakan.
Jika simsalabim secara magic kau dan ibu itu bertukar posisi. Bagaimana perasaanmu.
Sekarang apa yang harus kamu lakukan, jika hal ini memang benar-benar terjadi. Dan kau berada pada posisi orang yang diangkuhi.
(Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri)
Renungan di sepanjang jalan di Jogja. Saat dua sisi seperti raja dan pelayannya. Bak mengangkuhi keadaan sebagiannya. Dan saya selalu bersyukur, untuk tidak hidup dengan mubadzir, dengan hanya membayangkan berada di posisi mereka. Syukur itu sederhana.Diposting oleh Unknown di 19.43 | Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook |
0 komentar:
Posting Komentar