Rss Feed
  1. Sebuah Eksistensi

    Jumat, 02 Januari 2015



    Social media addict. 

    Dewasa ini banyak dari kita yang secara tidak sadar terkena euphoria yang satu ini. Pose mengambil gambar sendiri, atau bahasa kerennya selfie  sudah bukan lagi hal baru yang merata di kalangan remaja. Jangankan kalangan remaja, bahkan anak-anak SD hingga para ibu-ibu muda agaknya mulai susah lepas dari kebiasaan baru ini. Memang tidak semua, tapi sebagian besar iya.

    Gadget baik itu tablet, smartphone dari yang seharga ratusan ribu hingga belasan juta, sudah menjadi 'bagian penting' lain dalam hidup kita. Jarang kita menemukan orang yang akan lupa atau meninggalkan gadget nya, ia layaknya sudah menjadi bagian tubuh yang tidak bisa terlepas. Dan lucunya, muncul kebiasaan-kebiasaan baru sejak si canggih ini mulai merebak eksistensinya di tengah tengah kita. 

    Sebagai contoh. Anak-anak pre-school zaman sekarang sudah tidak tertaik bermain mainan yang berbau traditional, terutama bagi mereka yang hidup dan tumbuh di kota-kota besar. Mainan mereka adalah tablet yang disediakan orangtua mereka. Toko mainan mereka bukan lagi toko-toko mainan yang biasa tersebar di pasar atau departement store, melainkan playstore maupun appstore. Mereka sudah mengenal kredit game sejak masih belum fasih mengucapkan lafal al-fatihah, atau bahkan orangtua mereka lebih bangga melihat anak anaknya bermain gadget ketimbang sibuk dengan Al-Qur'an? Allahu a'lam.

    Bahkan, realitas remajanya lebih mencengangkan. Adik adik kita yang masih duduk di bangku SD bahkan sudah terbiasa dengan seabrek social media. Foto sana-sini. Upload sana-sini. Mau makan, bukannya baca do'a, eh malah selfie dengan makanannya, atau bahkan makannanya difoto sambil dipamerkan ke instagram di tag lokasi restaurant mahal untuk sebuah pengakuan dari followers. Semakin banyak likers semakin bangga. Ataukah sombong?

    Inilah kebanggaan ummat Islam zaman ini. Pengakuan dan eksistensi dihadapan orang lain lebih penting ketimbang eksistensi dihadapan Tuhannya. Saat berhaji atau umroh misalnya, sudah susah memisah antara keinginan untuk murni ibadah atau sekedar ingin foto-fotonya tersebar di social media dan menunjukkan bahwa dirinya sedang umroh atau haji. Ini loh 'ibadah saya' di masjid Nabawi dan Haram. Itukah yang kita cari? apakah semakin banyak followers dan likers akan semakin menambah berat timbangan kita di akhirat kelak?

    Bahkan, dalam sebuah riwayat disebutkan. Di akhirat nanti akan ada nabi yang datang tanpa satupun pengikut(nabi, utusan Allah yang tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan risalahNya, sedangkan rasul memiliki kewajiban untuk menyampaikan risalah-Nya). Ada pula nabi yang datang dengan dua orang pengikut dan seterusnya. Nah, nabi saja yang sudah ada jaminan masuk surga, masih saja ada yang tidak memiliki pengikut. Lalu apakah jika twitter, instagram, facebook, tumblr dan socmed kita yang lain memiliki pengikut hingga puluhan ribu, bisakah itu menjadi jaminan bagi kita untuk mempermudah mendapat eksistenssi di hadapan Allah? Ah, saya rasa kita semua sudah mampu menjawabnya. Wallahu a'lam bish shawab.

    Salam Sukses!




  2. 0 komentar:

    Posting Komentar