Rss Feed
  1. Catatan : Hari Esok

    Sabtu, 31 Januari 2015



    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    bahwa ternyata kekecewaan hari ini adalah pencapaian yang tertunda dan lebih indah gantinya.

    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    bahwa ternyata sakit yang dirasa hari ini adalah nikmat sehat yang akan dirasa setelahnya.

    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    bahwa kesedihan hari ini, akan terlupa dengan bahagia yang sederhana.

    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    bahwa penantian kita hari ini, tidak akan pernah sia-sia.

    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    bahwa perbaikan diri hari ini, berbuah manis sepanjang hayat kita.

    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    bahwa jodoh kita adalah do'a dan ikhtiar terbaik kita hari ini.

    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    bahwa ketika kita memilih untuk berlawanan arah dengan mayoritas, adalah jalan terbaik dan menuntun kita pada selamat.

    Akan datang hari esok, dimana kita mengetahui
    ternyata semua do'a kita dikabulkan, dengan cara terbaik.

  2. Catatan: Pada Akhirnya

    Jumat, 30 Januari 2015



    Ada yang mati-matian berdandan
    Agar para lelaki datang memandang
    Berharap, dari situlah ia menemukan pendamping yang diharapkan
    Padahal, pada akhirnya laki-laki lebih memilih perempuan yang sederhana dalam berdandan.

    Ada yang mati-matian berbelanja
    Mengejar mode baju terkini dan label ternama
    Berharap, laki-laki yang melihatnya akan langsung terpana
    Padahal, pada akhirnya laki-laki lebih memilih perempuan yang berpenampilan sederhana.

    Ada yang mati-matian menghafal lirik lagu
    Dari lagu yang lagi hits hingga lagu para artist terdahulu
    Berharap, laki-laki yang mendengarnya akan terpikat dengan suaranya yang merdu
    Padahal, pada akhirnya laki-laki lebih memilih perempuan yang membaca Al-Qur'an dengan penuh syahdu.

    Ada yang mati-matian ngumpulin duit
    Buat senang-senang dan pergi ke diskotik
    Berharap, laki-laki yang melihatnya akan merasa simpatik
    Padahal, pada akhirnya laki-laki lebih memilih perempuan yang sibuk menjaga dan memperbaiki diri agar semakin baik.

    Ada yang mati-matian begini dan begitu.
    Namun pada akhirnya, laki-laki yang baik akan tetap memilih yang bukan seperti itu.

    Jogja, lagi-lagi masih basah setelah guyuran hujan.



  3. Kalau postingan saya yang lalu lebih banyak mengulas tentang perempuan, sekarang saya akan membahas tentang laki-laki.

    Sebenarnya bahasan ini tidak dikhususkan pada laki-laki saja. Bahkan perempuan sangat perlu belajar dari hal ini.

    Man behind the scene.

    Ini cerita tentang seorang teman saya, ceritanya dia seringkali menjadi 'man behind the scene' yang sesungguhnya. Dalam setiap acara yang diadakan di lembaga kami, beliau seringkali menjadi panitia 'belakang layar' yang bertugas memastikan kesiapan dan kelengkapan. Dan seringkali keberadaannya memang kurang diperhitungkan, alias 'agak' diremehkan. 

    Tugasnya memang terkesan 'remeh'. Angkut-angkut meja dan kursi. Memastikan kesiapan sound system. Pasang-pasang kabel dan segala urusan yang masih berhubungan dengan perlengkapan. Istilah kerennya ko-orlap. Koordinator lapangan.Alhamdulillah, setiap kali kami mengadakan acara sejauh ini lancar-lancar saja. Bahkan bisa dibilang sukses, yang tentunya semua dapat terlaksana atas kerjasama dan harmonisasi yang baik antar sesama panitia.

    Hingga kejadian kecil namun cukup membuat panitia kalang-kabut terjadi. Saat mengadakan training tentang menghafal Al-Qur'an, ternyata kabel proyektor dengan laptop milik tutor tidak kompatibel. Akibatnya, layar laptop tidak muncul-muncul juga di layar proyektor. Teman 'belakang layar' kami sedang dirawat di rumah sakit, lantaran terserang thypus. Alhasil, semua panitia unjuk kebolehan untuk menyambungkan proyektor hehe. Meskipun sudah diutak-atik, diupayakan dan diganti dengan laptop lain. Dan entah kenapa kebetulan meski sudah diganti laptopnya, tetap saja tidak mau tersambung. Panitia mulai resah. Sedangkan jam terus berputar. Hampir satu jam panitia berupaya untuk menyambungkan proyektor, namun nihil. Akhirnya gagal dan terpaksa training hari itu menggunakan whiteboard dan diterangkan secara manual. Tidak efesien memang, tapi mau bagaimana lagi.

    Itulah, terkadang ada seseorang yang kehadirannya jarang atau bahkan sama sekali tidak kita hiraukan dan perhitungkan. Saat ia tidak ada, barulah terasa betapa kita sangat memerlukannya. Semoga pengalaman sederhana ini mampu kita petik secuil hikmahnya, bahwa setiap pribadi yang terlahir di dunia ini punya kelebihan, karkteristik dan perannya masing-masing. Tidak ada yang lebih hebat ataupun rendah. Pemilik perusahaan tambang dengan seorang marbot masjid sama saja derajatnya di mata Allah. Tak ada yang lebih rendah maupun tinggi. Bukankah hanya taqwa yang mampu menyisihkan satu dengan lainnya? Semoga kita semua digolongkan dalam hamba-hamba yang bertaqwa. Allahua'lam bish shawab.



  4. Kaca Spion

    Selasa, 20 Januari 2015



    Masa lalu itu ibarat kaca spion mobil, ucapmu suatu hari.

    Aku : Mengapa bisa begitu?

    Kamu : Kamu tahu mengapa kaca spion mobil diciptakan lebih kecil ukurannya daripada kaca depan?

    Aku : ...

    Kamu : Agar kita tidak terpaku pada masa lalu. Kaca spion itu masa lalu kita, cukuplah ia menjadi cerminan. Agar tidak terulang kecelakaan-kecelakaan kecil dalam perjalanan.

    Aku : Lalu mengapa kaca depan itu diciptakan lebih lebar dan luas?

    Kamu : Itulah masa depan. Masa depan kita sesungguhnya lebar dan luas. Kita diajak untuk lebih fokus terhadap masa depan kita yang sudah jelas dihadapan.

    Aku : Lalu, bagaimana jika kita tidak bisa terlepas dari masa lalu kita?

    Kamu : Bukannya tidak bisa, tapi kamu tidak mau.

    Aku : ...

    Kamu : Sebenarnya kamu sudah diberi kaca depan yang amat luas dan jernih. Tapi kamu memilih terus terpaku pada kaca spionmu. Apakah kamu mampu melajukan mobilmu jika pandanganmu sama sekali tidak fokus menatap kaca depanmu. Tidak akan bisa, aku yakin itu.

    Aku : Lalu bagaimana jika masa lalu masih menghantuiku?

    Kamu : Itu hanya ketakutan kecilmu. Jika kamu masih terpaku pada kaca spion itu, kamu tidak akan pernah bergerak maju dan stagnan pada posisimu saat ini. Tengoklah kaca spionmu sesekali, sebagai pengingat bahwa kamu pernah tersendat pada suatu titik. Jadikan itu sebagai pelajaran dan hikmah berharga. Selebihnya tataplah kaca depanmu dengan keyakinan kuat di dadamu. Kamu pasti mampu melaju, bahkan melampaui perkiraanmu.

    Aku : Tapi apakah ada yang mau menerima masa lalu seseorang, seburuk apapun itu?

    Kamu : Pasti (akan) ada.

    Aku : Mengapa kamu begitu yakin?

    Kamu : Karena setiap mobil pasti dilengkapi kaca spion. Tidak ada yang tidak pernah berbuat kesalahan. Sekecil apapun itu, setiap orang memiliki masa lalu. Saat pengendara itu saling bertemu, mereka akan saling bersinergi. Menghargai kejujuran apapun yang pernah nampak pada kaca spionmu. Kalian nantinya akan bergantian menjadi sopir, saling melengkapi dan meng-asisteni. Asalkan kamu mau jujur pada dirimu sendiri, tanpa ada yang ditutup-tutupi.

    Aku : Namun, apakah nantinya kami (akan) mampu tetap terus berjalan?

    Kamu : Bukankah sejak awal mesin mobil itu dinyalakan, kalian sudah tau tujuan yang akan kalian perjuangkan. Ridha Allah, itu sudah pasti bukan?

    (Percakapan imajiner, antara Aku dan Diriku)





  5. Catatan : Aku ini Makhluk Serius

    Senin, 19 Januari 2015



    Aku ini perempuan.

    Aku memilih untuk menjadi makhluk serius.
    Jadi jangan habiskan waktumu untuk sekadar mengirim pesan basa-basi padaku. Karena itu terlihat kekanak-kanakan dimataku.

    Aku ini makhluk serius.
    Jadi jangan ajak aku untuk berada dalam sebuah hubungan, yang ah apa katamu, pacaran?. Buatku itu hanya menunjukkan betapa tak bertanggung jawabnya dirimu. Itu justru membuatmu semakin jauh dari perhitunganku.

    Aku ini makhluk serius.
    Jadi jangan habiskan uang dan tenagamu untuk mengirimiku bunga serta hadiah-hadiah yang sesungguhnya aku tak memerlukannya. Tabung saja uangmu, toh itu kamu masih minta ke ayah ibumu. Kamu tidak malu?

    Aku ini makhluk serius.
    Jadi jangan ucapkan kata-kata penuh bunga, jika itu tidak dihadapan kedua orang tuaku. Jika kamu hanya bercanda, sungguh itu sangat menyakitiku.

    Aku ini makhluk serius.
    Jadi tidak usah kau beri aku harapan-harapan tentang masa depan. Karena jika harapan itu benar-benar tak kau wujudkan, itu hanya akan membunuh pelan-pelan
    masa depanku.

    Aku ini makhluk serius.
    Jadi, sudahlah tidak usah dekat-dekat. Kecuali jika memang kamu juga serius. Dan tolong keseriusanmu buktikan dihadapan orang tuaku. Kamu boleh dekat-dekat, asalkan langsung ke rumahku untuk bertemu orang tuaku. Itu saja.

    Mudah bukan? memang :)

    Catatan perempuan, kepada laki-laki.



  6. Ada orang yang status-statusnya bijak, anti pacaran, nasehatnya oke punya tentang menjaga hubungan laki laki dan perempuan. Tapi sendirinya pacaran.
    Kan, saya jadi gagal paham.
    Ada orang yang di hadapan teman-temannya menjaga pandangan, nunduk-nunduk gitu kalau lagi jalan. Tapi pas lagi sendirian, suka sms-in, php-in, dan gelisah-in anak gadis orang. Kontak hp nya isinya nomer perempuan doang.
    Kan, saya jadi gagal paham.
    Ada orang yang pinter ngaji Al-Qur'an. Suaranya syahdu mendayu nan melenakan. Hafal banget ayat tentang larangan pacaran. Juga tahu kalau hukumnya haram. Tapi pulang dari ngaji di pengajian, boncengan sama teman perempuan. Cuma berduaan.
    Kan, saya jadi gagal paham.
    Ada yang bisa menjelaskan?

  7. Apa yang membuatku akhirnya terus berdo'a dan tak berhenti berharap?
    Untuk (si)apa kah do'a ini? untuk (si)apa kah harapan ini?

    Karena aku dalam perjalanan panjang. Dalam kerinduan yang dalam. Tapi entah kepada siapa aku pun tak tahu.

    Aku tahu kamulah yang Allah takdirkan untukku. Dan aku lah yang Allah takdirkan untukmu. Do'a kita sedang mengiring takdir-Nya mendekat pada kita. Sebenarnya kita memang ditakdirkan, hanya kita sedang sama-sama berjalan mendekat. Tanpa tahu kemana. Tanpa tahu kamu siapa. Dan kamu tak menahu tentangku. Dan tanpa tahu kapan akan bertemu. Tapi kita terus berjalan mendekat, karena seribu tahun menunggu tanpa berproses akhirnya tetaplah menunggu tanpa berpindah tempat. Aku menunggu dan aku tetap berjalan.

    Apa yang membuatku akhirnya harus menunggu?

    Menunggu sosok yang namanya masih tak pasti. Terlebih wujudmu. Bisa jadi kamu benar-benar orang yang tak pernah kukenal sama sekali. Atau kamu adalah orang yang pernah kukenal dekat. Bahkan menerka-nerka pun aku tak ingin. Aku takut, terka-an ku mendahului apa yang sebenarnya ingin Allah sampaikan padaku. Aku tahu Tuhan memiliki jalan-Nya sendiri untuk mendekatkanku dan kamu. Jalan yang dirindukan setiap perindu.

    Apa yang membuatku akhirnya harus meminta maaf?

    Aku ucapkan tulus maafku padamu. Kepada orang yang sama sekali tidak mengenalku dan tidak tahu siapa aku. Tapi ia tidak pernah putus mendo'akanku dan menunggu saat pertemuan denganku. Maafkan aku, karena dalam jarak dan waktu yang terbentang ini, kau harus terus menjaga dirimu. Terus meyakinkan dirimu bahwa akulah tujuanmu. Maafkan aku yang membuatmu harus susah-payah menunggu, karena mungkin Allah masih melihatku belum saatnya dipertemukan denganmu. Tapi kamu terus yakin bahwa aku memang tercipta untukmu. Kamu terus memperbaiki ibadahmu dan meningkatkan kualitas dirimu agar kelak dipertemukan dengan aku yang kau harapkan juga begitu. Maafkan aku. Aku tahu ini berat untukmu.

    Apa yang membuatku akhirnya harus merindukanmu?

    Aku juga tidak tahu mengapa aku akhirnya harus merindukanmu. Aku memang tidak tahu tentangmu. Tapi akhirnya tetap kuputuskan aku harus merindukanmu. Orang yang kelak memegang kunci surgaku.

    Apa yang membuatku akhirnya harus berterimakasih?

    Aku berterimakasih kepadamu yang telah menungguku. Dan sebagai bentuk terimakasihku, aku juga sedang memantaskan ibadah dan kualitas diriku. Agar saatnya kelak Allah mempertemukanku denganmu, aku sudah pantas bersanding denganmu. Dan kamu sudah pantas bersanding denganku.



    Kepada seorang yang akhirnya membuatku. Meskipun aku tidak tahu.
    Jogja yang masih basah setelah hujan.





  8. Kehilangan

    Sabtu, 17 Januari 2015



    Kehilangan merupakan hal yang lumrah terjadi. Disetiap saat di penjuru dunia peristiwa kehilangan silih berganti terjadi. Ada yang kehilangan dompet. Kehilangan tas, motor, perhiasan, uang sampai kehilangan anggota keluarganya. Semuanya pasti menyimpan duka bagi yang mengalaminya.

    Kadang tanpa kita sadari, ada hikmah terserak dibalik peristiwa kehilangan. Saat kehilangan dompet misalnya, mungkin itu cara Allah mengingatkan kita agar lebih rajin dan ikhlas bersadaqah. Alangkah baiknya, semisal uang didompet kita tadi juga hilang, tetapi di tangan yang lebih berhak yaitu di tangan para mustahiq(orang yang berhak menerima zakat) daripada jatuh ke tangan sariq(pencuri). Ketika kehilangan anggota keluarga, justru itu adalah moment terbaik untuk mengingat kembali betapa dekatnya kematian.

    Seperti yang tadi pagi baru saja saya alami. Sejak kemarin sore, teman saya bertandang ke kontrakan untuk membahas acara reuni yang akan diselenggarakan akhir Februari ini. Awalnya teman saya ini tidak ada rencana untuk menginap sama sekali. Jadi dibiarkanlah motor dan helm nya di depan garasi, tapi masih di dalam gerbang kontrakan kami. Betapa terkejutnya saat keesokan hari dia berpamitan pulang dan tidak menemukan helm dan sepatu yang baru dibelinya beberapa minggu lalu. MasyaAlah, kami kecurian. Tidak hanya helm dan sepatu teman saya. Beberapa helm dan sepatu mahal milik adik-adik kami yang lain ikut raib digasak pencuri. Astaghfirullah...

    Namun sejak peristiwa pagi ini kami dapat mengambil sebuah hikmah besar, bahwa kami harus lebih berhati-hati. Lebih waspada terhadap kemungkinan yang bisa saja terjadi. Alhamdulillah, Allah mengingatkan kami dari kehilangan kecil, agar kami terhindar dari kehilangan yang jauh lebih besar.

    Alhamdulillah.

  9. Mengapa Aku 'Harus' Menulis?

    Jumat, 16 Januari 2015



    Karena Allah menakdirkan saya sebagai seorang perempuan.

    Itulah alasan paling kuat mengapa saya harus menulis.

    Kesadaran ini benar-benar tumbuh, saat saya tidak bisa ikut andil dalam berbagai organisasi yang aktif dalam kegiatan dakwah dan keislaman. Bukan karena tidak mau, tapi karena sebuah keadaan yang memang mengharuskan saya lebih fokus terhadap kegiatan saya sekarang ini(mengajar Al-Qur'an).

    Sedang batin saya seringkali bergejolak terhadap kejadian-kejadian yang ada di sekeliling saya. Mau menyampaikan secara lisan, saya sadari itu akan sangat melelahkan. Karena saya sadar siapalah saya. Saya hanya seorang perempuan biasa yang tidak memiliki massa dan mampu menarik pendengar agar terbius dengan kata-kata. Sedangkan dunia tiada berhenti berputar. Mengikis sisa waktu dan jatah umur saya secara kejam. Jika kemudian saya tetap stagnan pada kondisi saat ini, lalu pada hari pembalasan nanti, apa yang mampu saya pertanggungjawabkan di hadapan Allah?

    Saya sadar sebagai seorang muslim memiliki kewajiban untuk saling menasihati dalam kebaikan. Mengingatkan pada diri sendiri khususnya terhadap hal-hal yang munkar. Tidak dipungkiri, sungguh ini bukan perkara mudah. Terlebih acapkali bercermin pada diri sendiri, betapa compang-campingnya diri ini. Sungguh tak pantas dan tak layak. Tapi ini adalah tugas saya sebagai seorang muslim, sebagai agen muslim yang baik.

    Kemudian terbersit dipikiran saya. Tapi ini adalah tugas saya selama Allah masih memberikan saya kesempatan menghirup nikmat hidup dariNya. Saya tidak ingin apa yang saya sampaikan nanti terlupa begitu saja, khususnya bagi saya pribadi. Saya tidak ingin manfaat ini terlewat begitu saja, kemudian terlupa dan dilupakan.

    Dan akhirnya saya pustuskan untuk menulis. Sejatinya ketika saya menulis, saya sedang menasihati diri saya sendiri. Seperti saat ini. Seolah saya berkata pada diri saya, "Kamu harus menulis" Sisi lain diri saya bertanya, "Mengapa harus?"

    Diri saya menjawab:
    "Karena kamu perempuan, ruang gerakmu tidak seluas mereka yang laki-laki. Jadi, menulis adalah medan dakwah terbaikmu."

    "Karena kamu nantinya akan menjadi seorang istri dan ibu. Dengan tanggung-jawab rumah tanggamu, kamu masih tetap mampu berbagi dan memetik hikmah dari setiap sisi kehidupan. Tidak perlu keluar rumah, cukup sisihkan waktu disela pengabdianmu. Jadi, menulis adalah tempat terbaikmu untuk berbagi dengan sesamamu. Menebar manfaat dari tiap dawai-dawai hikmah yang Allah curahkan tiada habisnya pada dirimu."

    "Karena kamu hamba yang lemah lagi fakir. Tidak ada yang menjamin panjang umurmu, sehat jasadmu, melimpah rizkimu dan cukupnya hartamu. Tidak ada yang menjamin. Jadi, menulis adalah tabungan akhiratmu dan jariyah yang siap mengalir disepanjang hayatmu. "


    Perenungan sederhana di sepertiga malam.



  10. Aku akan tetap seperti ini, tegas dan galak. Seperti katamu, menyebalkan. Aku tidak akan bersikap terlalu ramah. Mungkin terkesan tidak peduli. Seperti katamu, menyebalkan.


    Setiap nada bicaraku mungkin tidak dilembutkan. Singkat dan tajam. Seperti tidak berperasaan. Seolah tidak peduli dengan isi pembicaraan. Sangat menyebalkan. Setiap tindakanku mungkin terlihat menjengkelkan. Seolah tidak memiliki kelemahlembutan dan ketertarikan. Seperti katamu, menyebalkan.


    Kamu hanya tidak tahu. Aku memang sengaja menyebalkan. Agar kamu tidak menaruh apa-apa di dalam diriku, hatimu misalnya.
    Aku tidak akan bersikap hangat dan terlalu ramah, kamu bukan siapa-siapa kan? Aku tidak akan sembarang memberi perhatian. Meski kamu menuntut diperhatikan, tapi siapa kamu. Teman hidupku? Bukan.


    Aku jaga kamu dengan demikian. Jangan paksa aku untuk membuatmu jatuh hati. Jangan menitipkan apapun di tanganku karena aku bisa saja mematahkannya. Atau aku nanti yang tak kuasa untuk membendungnnya dan patah hati karena perasaan yang tidak semestinya. Jangan memaksaku untuk begitu lemah lembut karena itu hanya untuk teman hidupku. Jangan memaksaku menaruh perhatian padamu karena itu hanya untuk teman hidupku.

    Aku hanya tidak ingin aku harus berkorban apa-apa untuk kamu yang bukan siapa-siapa. Itu saja.

    Aku menyebalkan bukan?
    Memang :)

    *Diilhami dari catatan karya mas Kurniawan Gunardi "Laki-Laki Menyebalkan"

  11. Mereka bukan 'keranjang sampah' kita

    Kamis, 08 Januari 2015


    “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs. Al-Israa: 23)

    Seperti kebiasaan yang sudah-sudah, minimal satu minggu sekali saya pulang ke rumah untuk menengok kedua orang tua. Hari itu memang cuaca sedang mendung, dan sepertinya memang sebelas dua belas keadaannya dengan suasana hati saya. Ada beberapa hal yang membuat saya hari itu sangat tidak bergairah, nampaknya kedua orangtua saya cukup mampu membacanya dalam raut wajah saya. Hingga saya berpamitan untuk pulang, ibu saya berkata "Nak, seharian di rumah kok kayaknya kamu muram terus. Kenapa nduk?" Awalnya saya hanya menjawab, "Oh, nggak apa Umi." Namun insting keibuannya sungguh tidak bisa dibohongi. Akhirnya, mau tidak mau karena didesak saya bercerita juga. Meskipun hanya menceritakan secara garis besarnya, nampaknya ibu saya juga merasakan 'beban' yang saya rasakan. Jujur, saya jadi merasa sangat bersalah.

    Tidak dapat dipungkiri, disaat kita sedang dirundung masalah maka orang yang pertamakali siap  menjadi 'keranjang sampah' masalah kita adalah kedua orangtua, terlebih jika kita belum menikah dan berkeluarga.
    Orangtua, terutama ibu adalah pelarian utama kita saat masalah datang, hati gundah, patah hati hingga urusan yang kadang terlihat sepele. Namun, sadarkah kita bahwa mereka berdua pun memiliki masalah juga dalam hidupnya. Bahkan jauh lebih kompleks daripada yang kita hadapi. Pernahkah kita berfikir atau mencari tahu, dibalik gurat senyum dan ketenangan wajah mereka, gunungan masalah apa yang tengah dipikulnya? Pernahkan kita mencoba bertanya, membantu memecahkan ataupun perduli terhadap problem yang orangtua kita hadapi layaknya yang mereka lakukan kepada kita. Pernahkah?

    Ayah dan ibu kita mungkin hampir tidak pernah meminta anak-anaknya untuk mengerti permasalahan mereka. Justru sebaliknya, mereka selalu siap menjadi keranjang yang akan menampung masalah, tangisan, ratapan dan keluh kesah kita. Padahal, ketika mereka tahu sedikit masalah yang sedang kita hadapi, sejatinya mereka akan merasakan beban yang lebih. Lalu, masihkah kita merasa biasa-biasa saja jika pulang ke rumah hanya untuk mengeluhkan segudang masalah?

    Memang, orang tua tidak melarang. Bahkan mereka sangat merindukan saat-saat kita membutuhkan mereka. Tapi bukan setiap kali bertemu, keluhan lah yang kita sampaikan. Alangkah indah jika setiap kita pulang kita mempersembahkan kondisi hati terbaik kita. Senyum terbaik. Tutur kata terbaik. Dan hadiah terbaik. Ceritakan pengalaman-pengalaman yang menyenangkan, agar mereka turut tenang hatinya. Agar mereka merasa telah paripurna membesarkan kita.

    Karena kita tidak tahu, sampai umur ke berapakah kita masih bisa melihat senyum keduanya.

    Sebuah renungan di kaki gunung Merapi.

  12. Sang Maestro Kehidupan

    Senin, 05 Januari 2015


    Sebutlah namanya Damar. Ia dikenal sebagai seorang pengusaha sukses, owner sebuah restoran terkenal di kota Bandung. Sudah tidak terhitung berapa ratus outlet yang tersebar di seluruh antero nusantara. Dengan omzet jutaan rupiah perhari dia mampu memberdayakan hampir 150 panti asuhan di seluruh Indonesia, mendirikan lembaga zakat yang mencetuskan program perentasan kemiskinan dan jaminan pendidikan bagi yatim piatu dan kurang mampu. Selama tiga tahun berturut-turut selalu memegang penghargaan Inspiring Entrepreneur of Year. Disamping itu yang lebih membanggakan bagi dirinya, ketiga anaknya satu per-satu menjadi penghafal al-Qur’an (Hafidz dan Hafidzah), bahkan anak pertamanya mampu menyelesaikan hafalan Qur’annya dalam usia yang sangat belia, 15 tahun.
                    Tidak ada yang mengira, bahwa kesuksesan yang diraih oleh Damar dan keluarganya sangat kontras dengan kehidupannya dua puluh tahun silam. Siapakah yang tidak kenal dengan sosok Damar, seorang anak tunggal dari pengusaha terkaya di Bandung. Tapi bukan itu yang menjadikannya terkenal, justru dunia gemerlap dan gelap yang ia habiskan selama masa mudanya pernah mengantarkan dirinya merasakan dinginnya lantai penjara selama beberapa kali. Baik itu karena tawuran antar gangster, perdagangan narkotika hingga percobaan pembunuhan. Jelas hal tersebut membuat kedua orangtua Damar merasa putus asa. Satu-satunya keturunan yang mereka harapkan, justru menjadi aib bagi rumah tangga mereka. Kedua orangtuanya benar-benar pasrah.
                    Namun semua keadaan itu seketika berubah, ketika Damar terlibat dalam sebuah kecelakaan tragis yang mengakibatkan dirinya mengalami koma selama hampir satu bulan. Hingga pada suatu malam, dia tersadar dari komanya. Didapatinya suara lirih lantunan al-Qur’an dari seorang perempuan yang tidak lain adalah perawat yang sedang shift malam menjaga dirinya. Entah mengapa tiba-tiba ia merasakan getaran hebat yang meremukkan segala keangkuhan dirinya selama ini. Dan untuk pertama kalinya dia menangis, setelah sekian lama tidak pernah merasakan apa itu air mata.
                    Tiga tahun telah berlalu dari kecelakaan tragis itu, dan kini Damar dikaruniai Allah seorang anak laki-laki yang lucu. Ya, kejadian tersebut telah mempertemukannya dengan seorang perawat shalihah. Dialah perawat yang mengaji ketika shift malam itu. Dan tak terasa tujuh belas tahun sudah Damar dan istrinya membina rumah tangga dan mendidik putra-putrinya menjadi penghafal al-Qur’an. Kini Damar sudah berkarir sebagai Entrepreneur muda, motivator dan penulis dibeberapa media cetak. Setiap kali Damar ditanya bagaimana dia bangkit dari keterpurukan hingga bagaimana cara mendidik anak-anaknya menjadi penghafal al-Qur’an, dia selalu menggandeng tangan istrinya dan berkata, “Dia adalah bidadari terhebat yang Allah kirimkan untuk mendampingi saya dan anak-anak saya menuju surga. Kalau anda semua ingin mengetahui kunci kesuksesan saya, kuncinya adalah istri saya yang sholehah ini.” Subhanallah.

    Dia adalah penentu surga dan neraka suami serta lentera bagi anak-anaknya

                    Kisah Damar diatas hanya segelintir dari kisah-kisah sukses para suami yang disokong oleh ke-shalihahan istrinya. Jangankan menentukan kesuksesan sebuah keluarga, seorang salafus shalih berkata, “Jika kamu ingin melihat kesuksesan sebuah kaum, maka lihatlah bagaimana wanitanya. Begitu juga sebaliknya, jika kamu ingin melihat kemunduran sebuah kaum, maka lihatlah pula wanitanya.” Subhanallah, sungguh peran seorang wanita dalam membentuk sebuah peradaban sangatlah besar. Tidak usah yang muluk-muluk pada persoalan negara atau peradaban, dalam lingkup kecil bernama keluarga keharmonisannya jelas dipengaruhi dengan hadirnya wanita sholehah. Hanya wanita sholehah lah yang mampu menjaga kehormatan dirinya bagi suaminya, ataupun mendukung suaminya untuk berpegang teguh pada syari’at Islam. Meneguhkan dan menguatkan suaminya tatkala ia bersedih dan merasa ragu. Mengingatkan suami bila mulai bergeser ataupun melenceng dari koridor agama. Wanita shalihah mampu menjadi partner terbaik bagi dunia dan akhirat suami. Begitu juga dalam proses mendidik anak-anaknya. Anak-anak yang cerdas dan unggul dalam akademiknya, matang secara emosionalnya dan cakap akan spiritualnya dulunya ketika dia masih bayi dan belum mampu berbicara, ibunyalah yang setiap hari mengamunisinya dengan ‘kecerewetan’ tentang hal-hal apa saja yang beliau lihat disekelilingnya. Sebagai contoh kecil, ketika sang ibu melihat daun, dipetiknya daun itu dan disodorkan pada bayi kecilnya. Lalu diceritakanlah tentang komponen penyusun zat klorofil, bagaimana stomata menangkap karbondioksida hingga kecanggihan proses fotosintesis, tak peduli apakah si bayi mengerti ucapannya atau tidak. Beberapa pakar  ilmiah sudah membuktikan bahwa bayi dari umur nol hingga tiga tahun merupakan masa-masa emas bagi pertumbuhan kecerdasannya. Dan tentunya, bukan ibu sembarangan pula yang mampu mencetak anak-anak yang cakap intelektual, emosional dan spiritualnya. Hanya para ibu shalihah dan cerdas ketiganya(intelektual, emosional, spiritual) pula yang mampu melakukannya.

    Wahai kaum hawa, jadilah ‘maestro-maestro’ berikutnya

                    Pada hakikatnya menjadi wanita ataupun istri yang shalehah bukanlah takdir, akan tetapi ia harus diusahakan dengan ikhtiar dan do’a. Ini adalah sebuah pilihan, yang mana akan sangat menetukan kelangsungan peradaban Islam setelahnya. Dari sebuah keluarga yang shalih akan membentuk masyarakat yang shalih pula. Dari masyarakat yang shalih, terbentuklah sebuah negara yang shalih. Dan pada akhirnya terbentuklah sebuah peradaban Islam yang selama ini kita dambakan.

                    Mempersiapkan diri harus diawali sedini dan sesegera mungkin. Yang pasti proses tersebut tidak didapatkan dengan segala hal yang berbau instant. Semua butuh proses, kesabaran dan tekad kuat untuk berubah menjadi semakin baik dan lebih baik. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Ali-Imran(3) ayat 200, “Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negrimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” Wallahu a’lam bis shawab.

  13. Because, You're a Pearl

    Sabtu, 03 Januari 2015



    Sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang shalihah.

    Ini bukan perintah atau nasihat untuk anda. Sejatinya saya sedang menasihati diri saya sendiri dalam hal ini.

    Saya ingin sebagai bagian dari kaum wanita, khususnya muslimah untuk berbagi, sharing dan berpandangan tentang berharganya diri kita. 

    Saudariku, tahukah salah seorang yang baginda Nabi sebutkan hingga tiga kali untuk menentukan siapakah yang pertamakali berhak kita hormati antara ayah dan ibu, dan jawaban beliau adalah ibu. Seorang wanita. Dan sadarkah kita mengapa hanya ibu yang seorang wanita lah yang Allah beri amanah besar untuk memiliki rahim, yang dari sananya kelak akan lahir manusia penerus peradaban ini. Jawabannya hanya satu, karena Islam sangat memuliaakan wanita. Dalam kacamata Islam, wanita adalah makhluk istimewa.

    Begitu berharganya wanita, hingga kita diajak untuk menjaga 'izzah dan 'iffah. Apa sih keduanya itu? mereka adalah kemuliaan dan kehormatan. Ibarat mutiara di dasar laut. Tidak sembarangan orang mampu untuk meraih di kedalamannya.Ia harus menyelam dengan segenap kemampuan, melawan ombak yang mengganas. Kerang mutiara hanya hidup di dasar laut di tengah kencangnya arus. Di dalam cangkang kokoh, dia berproses sekian lama untuk menghasilkan mutiara yang sempurna. Bulat berkilau. Indah dipandang. Dan kelak memiliki nilai dan keistimewaan tinggi. Seluruh penjuru dunia akan berbondong mencari dan mendatangi. Tak perlu mutiara itu berjalan pun menggelinding kemana-mana, tapi ia mampu menjadi magnet bagi jutaan manusia. Ya cukup berdiam di dasar laut, berproses untuk mempercantik dirinya.

    Dan mutiara itu adalah dirimu wahai wanita muslimah. Mungkin kau merasa cangkang itu terlalu sempit buatmu dan membatasi gerakmu. Tapi bersabarlah, jangan terburu dengan godaan diluar cangkang kuatmu Tak perlu kau mengekspos dirimu, sesungguhnya orang-orang berhati bersih mampu melihat kilauan keindahanmu. Hanya perlu berproses dengan cangkang kesabaran, kelak kau akan membentuk sebuah mutiara bulat nan indah. Ya, sedikit kesabaran saja. Karena jika cangkang itu rapuh, 'izzah dan 'iffah sudah tidak diindahkan, yang tersisa darimu tinggal bentuk yang tiada rupa. Dia tidak membulat sempurna. Dan pastinya akan sangat turun nilai dan keistimewaannya.

    Itulah muslimah, mengapa kita perlu menjaga 'izzah dan 'iffah. Karena dia adalah cangkang terkuat yang membuat kita menjadi lebih bernilai dan istimewa. Ya, karena saya, anda dan kita wanita muslimah adalah mutiara. 

    Salam sukses! 

  14. Sebuah Eksistensi

    Jumat, 02 Januari 2015



    Social media addict. 

    Dewasa ini banyak dari kita yang secara tidak sadar terkena euphoria yang satu ini. Pose mengambil gambar sendiri, atau bahasa kerennya selfie  sudah bukan lagi hal baru yang merata di kalangan remaja. Jangankan kalangan remaja, bahkan anak-anak SD hingga para ibu-ibu muda agaknya mulai susah lepas dari kebiasaan baru ini. Memang tidak semua, tapi sebagian besar iya.

    Gadget baik itu tablet, smartphone dari yang seharga ratusan ribu hingga belasan juta, sudah menjadi 'bagian penting' lain dalam hidup kita. Jarang kita menemukan orang yang akan lupa atau meninggalkan gadget nya, ia layaknya sudah menjadi bagian tubuh yang tidak bisa terlepas. Dan lucunya, muncul kebiasaan-kebiasaan baru sejak si canggih ini mulai merebak eksistensinya di tengah tengah kita. 

    Sebagai contoh. Anak-anak pre-school zaman sekarang sudah tidak tertaik bermain mainan yang berbau traditional, terutama bagi mereka yang hidup dan tumbuh di kota-kota besar. Mainan mereka adalah tablet yang disediakan orangtua mereka. Toko mainan mereka bukan lagi toko-toko mainan yang biasa tersebar di pasar atau departement store, melainkan playstore maupun appstore. Mereka sudah mengenal kredit game sejak masih belum fasih mengucapkan lafal al-fatihah, atau bahkan orangtua mereka lebih bangga melihat anak anaknya bermain gadget ketimbang sibuk dengan Al-Qur'an? Allahu a'lam.

    Bahkan, realitas remajanya lebih mencengangkan. Adik adik kita yang masih duduk di bangku SD bahkan sudah terbiasa dengan seabrek social media. Foto sana-sini. Upload sana-sini. Mau makan, bukannya baca do'a, eh malah selfie dengan makanannya, atau bahkan makannanya difoto sambil dipamerkan ke instagram di tag lokasi restaurant mahal untuk sebuah pengakuan dari followers. Semakin banyak likers semakin bangga. Ataukah sombong?

    Inilah kebanggaan ummat Islam zaman ini. Pengakuan dan eksistensi dihadapan orang lain lebih penting ketimbang eksistensi dihadapan Tuhannya. Saat berhaji atau umroh misalnya, sudah susah memisah antara keinginan untuk murni ibadah atau sekedar ingin foto-fotonya tersebar di social media dan menunjukkan bahwa dirinya sedang umroh atau haji. Ini loh 'ibadah saya' di masjid Nabawi dan Haram. Itukah yang kita cari? apakah semakin banyak followers dan likers akan semakin menambah berat timbangan kita di akhirat kelak?

    Bahkan, dalam sebuah riwayat disebutkan. Di akhirat nanti akan ada nabi yang datang tanpa satupun pengikut(nabi, utusan Allah yang tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan risalahNya, sedangkan rasul memiliki kewajiban untuk menyampaikan risalah-Nya). Ada pula nabi yang datang dengan dua orang pengikut dan seterusnya. Nah, nabi saja yang sudah ada jaminan masuk surga, masih saja ada yang tidak memiliki pengikut. Lalu apakah jika twitter, instagram, facebook, tumblr dan socmed kita yang lain memiliki pengikut hingga puluhan ribu, bisakah itu menjadi jaminan bagi kita untuk mempermudah mendapat eksistenssi di hadapan Allah? Ah, saya rasa kita semua sudah mampu menjawabnya. Wallahu a'lam bish shawab.

    Salam Sukses!




  15. When the Time Flies

    Kamis, 01 Januari 2015



    "Demi masa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Melainkan yang beriman dan yang beramal sholeh serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran." (QS. Al-'Asr: 1-3)

    Ya, dan tidak terasa satu tahun masehi kembali terlewati. 

    Sekedar muhasabah sederhana di awal tahun.

    Sungguh tidak terasa, satu tahun ini setiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan terlewat. Saya dengan segala kejahilannya sebagai manusia, kok ya baru sadar  ketika jatuh tempo umur saya di bilangan 21 tahun. How's terrible! ternyata banyak sekali waktu yang tanpa dan saya sadari sekalipun terbuang sia-sia. Terbuang percuma. Tanpa ada gebrakan baru untuk andil dalam dakwah islam dan kontribusi pada ummat. Jangankan ummat, bahkan dzolim terhadap urusan pribadi mungkin seringkali saya lakukan.

    Hal itu semakin saya sadari saat mengikuti muhasabah akhir tahun bersama Ust. Syatori Abdurrauf di GOR Universitas Negeri Yogyakarta dalam event Islamic Fair 31 Desember 2014 lalu (sebetulnya masih belum bisa dibilang lalu karena baru beberapa hari kemarin saja :D). Dalam tausiyahnya, ada sebuah pernyataan beliau yang sebenarnya sangat mengusik hati kecil saya. 

    "Misalkan, dalam sebuah perniagaan modal awal kita adalah 100.000.000 rupiah di awal tahun 2014. Dan ketika kita cek saldo akhir tahun 2014 ternyata saldo kita bertambah jadi 100.005.000 rupiah. Ya, bertambah lima ribu rupiah. Saja. Untungkah kita?" kurang lebih begitulah beliau memulai pertanyaannya.

    Mudah sekali menjawab, kita pasti rugi waktu satu tahun demi mendapatkan untung hanya lima ribu rupiah saja, jika dibandingkan dengan perasan keringat yang harus kita bayar setiap harinya. Begitulah gambaran kehidupan manusia, beliau menambahkan. Banyak dari kita yang mungkin beramal mati-matian, umroh setahun sampai dua-tiga kali, rajin bersedekah, rutin mengisi kajian ilmu dan amalan-amalan shalih lainnya, tapi ternyata semua itu tidak ada nilainya di mata Allah karena tidak shalihnya niatan hati kita. Untung lima ribu rupiah berbanding kerja keras satu tahun, bahkan 'keuntungan' tidak seberapa itu mungkin sudah habis termakan dosa kita sehari saja. Na'udzubillahi min dzalik.

    Saya benar-benar terpekur lama setelah itu. Betapa manusia benar-benar dalam kerugian yang nyata. Jika tanpa rahmat dari Allah SWT kita bukanlah apa-apa dan tidak memiliki apa-apa. Dan meskipun amalan shalih kita dikumpulkan pahalanya sepanjang hayat kita, itu sama sekali belum cukup untuk menebus tiket memasuki gerbang syurgaNya yang mulia. Ya, tanpa rahmat dari Allah. Wallahu a;lam bish shawab.

    Salam Sukses!