Sebutlah namanya Damar. Ia
dikenal sebagai seorang pengusaha sukses, owner sebuah restoran terkenal di
kota Bandung. Sudah tidak terhitung berapa ratus outlet yang tersebar di
seluruh antero nusantara. Dengan omzet jutaan rupiah perhari dia mampu memberdayakan
hampir 150 panti asuhan di seluruh Indonesia, mendirikan lembaga zakat yang
mencetuskan program perentasan kemiskinan dan jaminan pendidikan bagi yatim
piatu dan kurang mampu. Selama tiga tahun berturut-turut selalu memegang
penghargaan Inspiring Entrepreneur of Year. Disamping itu yang lebih
membanggakan bagi dirinya, ketiga anaknya satu per-satu menjadi penghafal
al-Qur’an (Hafidz dan Hafidzah), bahkan anak pertamanya mampu menyelesaikan
hafalan Qur’annya dalam usia yang sangat belia, 15 tahun.
Tidak
ada yang mengira, bahwa kesuksesan yang diraih oleh Damar dan keluarganya
sangat kontras dengan kehidupannya dua puluh tahun silam. Siapakah yang tidak
kenal dengan sosok Damar, seorang anak tunggal dari pengusaha terkaya di
Bandung. Tapi bukan itu yang menjadikannya terkenal, justru dunia gemerlap dan
gelap yang ia habiskan selama masa mudanya pernah mengantarkan dirinya
merasakan dinginnya lantai penjara selama beberapa kali. Baik itu karena
tawuran antar gangster, perdagangan narkotika hingga percobaan pembunuhan.
Jelas hal tersebut membuat kedua orangtua Damar merasa putus asa. Satu-satunya
keturunan yang mereka harapkan, justru menjadi aib bagi rumah tangga mereka.
Kedua orangtuanya benar-benar pasrah.
Namun
semua keadaan itu seketika berubah, ketika Damar terlibat dalam sebuah
kecelakaan tragis yang mengakibatkan dirinya mengalami koma selama hampir satu
bulan. Hingga pada suatu malam, dia tersadar dari komanya. Didapatinya suara
lirih lantunan al-Qur’an dari seorang perempuan yang tidak lain adalah perawat
yang sedang shift malam menjaga dirinya. Entah mengapa tiba-tiba ia merasakan
getaran hebat yang meremukkan segala keangkuhan dirinya selama ini. Dan untuk
pertama kalinya dia menangis, setelah sekian lama tidak pernah merasakan apa
itu air mata.
Tiga
tahun telah berlalu dari kecelakaan tragis itu, dan kini Damar dikaruniai Allah
seorang anak laki-laki yang lucu. Ya, kejadian tersebut telah mempertemukannya
dengan seorang perawat shalihah. Dialah perawat yang mengaji ketika shift malam
itu. Dan tak terasa tujuh belas tahun sudah Damar dan istrinya membina rumah
tangga dan mendidik putra-putrinya menjadi penghafal al-Qur’an. Kini Damar sudah
berkarir sebagai Entrepreneur muda, motivator dan penulis dibeberapa media
cetak. Setiap kali Damar ditanya bagaimana dia bangkit dari keterpurukan hingga
bagaimana cara mendidik anak-anaknya menjadi penghafal al-Qur’an, dia selalu
menggandeng tangan istrinya dan berkata, “Dia adalah bidadari terhebat yang
Allah kirimkan untuk mendampingi saya dan anak-anak saya menuju surga. Kalau
anda semua ingin mengetahui kunci kesuksesan saya, kuncinya adalah istri saya
yang sholehah ini.” Subhanallah.
Dia adalah penentu surga dan
neraka suami serta lentera bagi anak-anaknya
Kisah
Damar diatas hanya segelintir dari kisah-kisah sukses para suami yang disokong
oleh ke-shalihahan istrinya. Jangankan menentukan kesuksesan sebuah keluarga,
seorang salafus shalih berkata, “Jika kamu ingin melihat kesuksesan sebuah
kaum, maka lihatlah bagaimana wanitanya. Begitu juga sebaliknya, jika kamu
ingin melihat kemunduran sebuah kaum, maka lihatlah pula wanitanya.”
Subhanallah, sungguh peran seorang wanita dalam membentuk sebuah peradaban
sangatlah besar. Tidak usah yang muluk-muluk pada persoalan negara atau
peradaban, dalam lingkup kecil bernama keluarga keharmonisannya jelas
dipengaruhi dengan hadirnya wanita sholehah. Hanya wanita sholehah lah yang
mampu menjaga kehormatan dirinya bagi suaminya, ataupun mendukung suaminya
untuk berpegang teguh pada syari’at Islam. Meneguhkan dan menguatkan suaminya
tatkala ia bersedih dan merasa ragu. Mengingatkan suami bila mulai bergeser
ataupun melenceng dari koridor agama. Wanita shalihah mampu menjadi partner
terbaik bagi dunia dan akhirat suami. Begitu juga dalam proses mendidik
anak-anaknya. Anak-anak yang cerdas dan unggul dalam akademiknya, matang secara
emosionalnya dan cakap akan spiritualnya dulunya ketika dia masih bayi dan
belum mampu berbicara, ibunyalah yang setiap hari mengamunisinya dengan
‘kecerewetan’ tentang hal-hal apa saja yang beliau lihat disekelilingnya. Sebagai
contoh kecil, ketika sang ibu melihat daun, dipetiknya daun itu dan disodorkan
pada bayi kecilnya. Lalu diceritakanlah tentang komponen penyusun zat klorofil,
bagaimana stomata menangkap karbondioksida hingga kecanggihan proses
fotosintesis, tak peduli apakah si bayi mengerti ucapannya atau tidak. Beberapa
pakar ilmiah sudah membuktikan bahwa
bayi dari umur nol hingga tiga tahun merupakan masa-masa emas bagi pertumbuhan
kecerdasannya. Dan tentunya, bukan ibu sembarangan pula yang mampu mencetak
anak-anak yang cakap intelektual, emosional dan spiritualnya. Hanya para ibu
shalihah dan cerdas ketiganya(intelektual, emosional, spiritual) pula yang
mampu melakukannya.
Wahai kaum hawa, jadilah
‘maestro-maestro’ berikutnya
Pada
hakikatnya menjadi wanita ataupun istri yang shalehah bukanlah takdir, akan
tetapi ia harus diusahakan dengan ikhtiar dan do’a. Ini adalah sebuah pilihan,
yang mana akan sangat menetukan kelangsungan peradaban Islam setelahnya. Dari
sebuah keluarga yang shalih akan membentuk masyarakat yang shalih pula. Dari
masyarakat yang shalih, terbentuklah sebuah negara yang shalih. Dan pada
akhirnya terbentuklah sebuah peradaban Islam yang selama ini kita dambakan.
Mempersiapkan
diri harus diawali sedini dan sesegera mungkin. Yang pasti proses tersebut
tidak didapatkan dengan segala hal yang berbau instant. Semua butuh proses,
kesabaran dan tekad kuat untuk berubah menjadi semakin baik dan lebih baik.
Sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Ali-Imran(3) ayat 200, “Wahai orang-orang
yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap
siaga (di perbatasan negrimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
beruntung.” Wallahu a’lam bis shawab.