Rss Feed
  1. Mencintai Badai

    Kamis, 28 Mei 2015


    Saat itu kita sedang duduk di shelter bus, menunggu trayek yang tak kunjung tiba. Padahal sudah hampir satu jam kita menunggunya. Tiba-tiba saja petir menyambar, dan hujan meluruhkan rintiknya, yang awalnya masih berupa butiran kecil, akhirnya semakin menderas. Aku mulai mengeluh. Tapi kamu justru memulai percakapan.

    Kamu : Apa yang kamu keluhkan?

    Aku : Hujan. Tiba-tiba saja menderas. Ah, Tuhan seperti tidak tahu kondisi kita sekarang saja. Sudah lelah-lelah menunggu, masih terkena tempias air hujan. Belum lagi nanti jika sudah sampai, kalau hujan belum berhenti, kita pasti akan kehujanan juga.

    Aku memulai keluhanku, sedangkan kamu justru menertawaiku.

    Aku : Mengapa kamu tertawa? Apakah kata-kataku ada yang kau rasa lucu?

    Kamu : Ya kamu lucu, lucu sekali. Kamu tahu, ini baru sekedar hujan saja omelanmu sudah tidak terputus. Bagaimana jika yang kita hadapi sekarang adalah badai. Bisa-bisa aku akan menghabiskan sisa perjalanan untuk mendengarkan ber-ton-ton keluhanmu, kamu tidak lelah?

    Aku : ...

    Kamu : Kalau boleh memilih, kamu lebih suka hujan atau badai?

    Aku : Ya jelas lebih baik hujan-lah. Yang hujan begini aja udah bikin repot, apalagi badai.

    Kamu : Haha, sudah kuduga. Dan kebanyakan orang pasti akan mengambil pilihan sepertimu. Kalau aku, aku akan memilih badai.

    Aku : (mengeryit heran) Hah, kamu serius?

    Kamu : Ya aku serius. Lebih tepatnya bukan memilih, tapi mencoba untuk mencintai badai. Tentu ini bukan badai dalam arti sebenarnya. Badai dan hujan ini kuanalogikan seperti problematika dalam hidup kita.Badai itu ibarat masalah maha dahsyat yang kita alami dalam hidup ini. Jika kita tidak mencoba mencintai 'badai' ini, yang kita lakukan pasti akan sebaliknya, yaitu membencinya. Hidup kita akan dipenuhi keluhan dan cemooh terhadap segala hal. Menyalahkan diri sendiri, orang lain bahkan Tuhan nanti akan ikut-ikutan disalahkan.

    Aku : Ah kau ini, bagaimana bisa kita mencintai masalah-masalah berat yang sedang kita hadapi. Kau ini semakin melantur saja.

    Kamu : Bisa. Sangat bisa. Mencintai 'badai' dalam hidup kita berarti bersabar dan berprasangka baik terhadap Allah. Pasti Allah memiliki maksud, mengapa kita dihadapkan dengan badai ini. Dan yang pasti, seseorang yang sudah pernah atau bahkan sering dihadapkan dengan badai dalam hidupnya, ia akan mudah untuk melewati hujan, apalagi gerimis kecil. Seringkali kita sudah salah berprasangka dahulu pada Allah, terkadang sebelum badai itu reda kita sudah menyerah dan akhirnya kita ditenggelamkan oleh pusarannya. Padahal seperti yang kita tahu, pelangi paling indah justru akan muncul setelah badai yang dahsyat. Untuk itulah dari sekarang ini aku akan mencoba mencintainya. Mencintai badai dalam kehidupanku.

    Dan percakapan kita terputus saat trayek yang kita tunggu-tunggu akhirnya tiba.

    (Percakapan imajiner anatara 'Aku' dan 'Diriku')

    Shelter Trans Jogja

  2. 1 komentar:

    1. zidna.inayatika mengatakan...

      Subhanallah :)

    Posting Komentar