Rss Feed
  1. Seseorang yang Menyentuh Hatiku

    Sabtu, 28 Februari 2015


    "Saya pernah beberapa hari makan nasi aking, karena memang tidak ada beras yang bisa dimasak"- ucap putri sulung dari pasangan buruh tani yang bahkan gajinya hanya berkisar lima hingga sepuluh ribu rupiah ini.

    Malam ini saya dipertemukan Allah dengan seorang hamba yang boleh dikata luar biasa.
    Namanya mbak Birrul Qadriyyah. Sekilas jika dilihat penampilan beliau terlihat sederhana, lugu dan pendiam. Namun presepsi itu akan segera sirna saat melihat beliau mulai beretorika.

    Bukan. Bukan karena dia anak konglomerat, dandanan wah ataupun barang branded yang dikenakannya. Kesemua itu benar-benar tidak ada pada diri perempuan berwajah teduh ini. Tetapi apa yang telah ia torehkan dan membekas menjadi tinta emas dalam sejarah hidupnya yang membuat dada saya sesak dan mata saya berkaca-kaca.

    Dilahirkan dalam keluarga 'bersahaja' dan tergolong dhuafa tidak membuatnya minder dan malu untuk melangkah. Justru, lantai rumahnya yang beralaskan tanah itu benar-benar telah menjadi saksi bisu perjalanan hidupnya. Bencana gempa Bantul 26 Mei 2006 merubuhkan satu-satunya 'istana' tempat keluarganya selama ini berteduh di dalamnya dan merupakan titik beliau untuk bangkit dan melejit.

    Berbekal tekad kuat, do'a ibu serta ikhtiar dan tawakkal tinggi kepada Allah mbak Birrul memulai menoreh prestasinya satu demi satu. Dan tanpa terasa satu per satu mimpi yang selama ini dia tulis mulai bermekaran menjadi kenyataan.

    Sebagian prestasi-prestasi beliau dapat dicari lewat google dan link youtube berikut:
    https://www.youtube.com/watch?v=xWf42nwiLac

    Melalui beastudi ETOS dari Dompet Dhuafa beliau telah membuktikan bahwa kondisi terbatas dan ala kadarnya bukanlah penghambat langkah kesuksesan kita. Justru disitulah terkadang Allah 'menyelipkan' hikmah terbaik-Nya untuk pribadi kita.

    Dan malam ini, Sabtu 28 Februari 2015 perempuan sederhana benar-benar menghentak-hentak nurani saya. Meluluh lantakkan segala keangkuhan dan keputus asa-an yang sering saya jadikan tameng acapkali akan menentukan langkah. 

    "Manusia itu dilengkapi dengan kelebihan dan kekurangan. Tinggal kita ingin memilih fokus pada kelebihan atau kekurangan kita saja. Jika kita fokus pada kelebihan itu namanya syukur, jika fokus pada kekurangan itu namanya kufur" 

    Terimakasih mbak, malam ini anda membuat saya jatuh hati.

    Teman-teman yang ingin mengenal 'siapa' beliau lebih lanjut bisa meng-klik:
    https://www.facebook.com/birrul.qodriyyah?fref=ts

    Pidatonya di hadapan Presiden RI 2009-2014 Susilo Bambang Yudhoyono
    https://www.youtube.com/watch?v=RrmjtGGuY4Y

    Atau menghubunginya di birrulqodriyyah@yahoo.co.id



  2. Tujuan

    Jumat, 27 Februari 2015




    Setiap hari, setiap detik bumi diisi oleh kaki-kaki yang selalu menapak dan melangkah. Pergi ke tempat satu dan lainnya. Pergi untuk satu tujuan yang bisa saja sama ataupun berbeda.

    Setiap hari kita juga melangkah pergi, untuk suatu tujuan yang kita simpan di hati. Berjalan menyusuri, dalam setiap langkah kita ada semangat untuk mencapainya ataupun keputus asa-an menggapainya. Itulah mengapa tujuan menjadi motivasi, mengapa kita harus berjalan ke arah sana.

    Tujuan selalu menjadi titik dimana kita akhirnya berlabuh. Titik dimana kita merasa puas jika mampu meraihnya. Titik dimana kita juga kecewa saat pencapaiannya tidak sesuai gambaran di benak kita.

    Bukan seberapa besar dan hebat tujuan kita yang membuat kita puas dan berharga, tapi bagaimana menentukan tujuan dan meletakkannya di sisi terbaik dalam diri kita, yaitu hati.

    Ada tujuan yang akhirnya membawa pada kenistaan ada pula yang membawa kemuliaan. Karena hidup ini adalah proses menuju tujuan akhir. Dan sesiapa yang meletakkan tujuannya pada proses, maka jika di tengah jalan nanti ia menemukan aral, dia akan mudah patah terjatuh.

    Orang tua saya selalu berkata, bagi seseorang yang menjadikan hidup sebagai proses untuk menuju Tuhan-nya, dialah yang akan berhasil. Karena hidup adalah perjalanan menuju tujuan paling utama, Tuhan.

    Dhuha di pusat kota Jogja.

  3. Sejenak

    Rabu, 25 Februari 2015


    Adakalanya kita perlu berdiam sejenak.

    Menatap lorong-lorong sempit di balik jalan yang ramai. Menilik bilik-bilik bambu yang berderet bak gerbong kereta nan kumuh. Dengan penumpang yang melebihi kapasitas, cahaya yang terbatas, dan lingkungan tak pantas. Kau lihat, bannyak kaki-kaki kecil tanpa alas kaki yang berlari menyingsing lorong yang tak pernah sepi, mencari harapan yang tersisa diujung sana.

    Dan kita perlu berdiam sejenak.

    Maka bandingkanlah dua kutub yang saling bersebrangan ini. Di balik restoran mahal tempatmu tertawa dan senang-senang, dan terkadang makanan masih kita sengajakan bersisa. Di tong sampah restoran mu itu, seorang ibu menggendong anak yang meraung kelaparan, mengais sisa-sisa makananmu yang sengaja kau buang. Demi gengsi yang kadang entahlah, tak faham.

    Maka sejenak coba rasakan.

    Jika simsalabim secara magic kau dan ibu itu bertukar posisi. Bagaimana perasaanmu.

    Sekarang apa yang harus kamu lakukan, jika hal ini memang benar-benar terjadi. Dan kau berada pada posisi orang yang diangkuhi.

    (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri)

    Renungan di sepanjang jalan di Jogja. Saat dua sisi seperti raja dan pelayannya. Bak mengangkuhi keadaan sebagiannya. Dan saya selalu bersyukur, untuk tidak hidup dengan mubadzir, dengan hanya membayangkan berada di posisi mereka. Syukur itu sederhana.

  4. Ada yang Diam-Diam

    Kamis, 19 Februari 2015



    Mungkin saja ada, orang yang diam-diam memandang dirimu dari jauh. Kadang tersenyum sendiri memperhatikan tingkah mu. Terkadang pula turut sedih saat dirimu diberi ujian oleh Allah. Di lain hari ia turut marah saat ada yang mengganggu dirimu.

    Ada yang diam-diam, mengikuti pertumbuhan kamu. Sejak saat kau mulai merasakan kelabilan jiwa, hingga kematangan sempurna. Lalu, diam-diam ada semburat jingga malu-malu di wajah seseorang di sudut sana yang tidak pernah kamu sadari kehadirannya.

    Ada yang diam-diam memeriksa seluruh time line social media-mu. Membaca setiap postingan-postingan. Kadang tersenyum. Kadang dahinya mengeryit. Kadang juga dia menghela nafas panjang. Tapi dia akhirnya benar-benar membaca akhlak mu dari seluruh akunmu.

    Ada yang diam-diam ingin mewujudkan mimpimu. Juga turut bersusah-payah di balik pengelihatanmu. Betapa baginya mimpimu, akan menjadi mimpinya juga nanti. Entah kapan, tapi ia yakin tentang hal itu.

    Ada yang diam-diam mencari tahu seluk-belukmu. Memburu segala apa yang kau sukai dan benci. Mengenal dirimu dari orang-orang terdekatmu, dengan jaminan bahwa mereka tidak akan mengatakan padamu perihal seseorang yang diam-diam memperhatikanmu. Dia tahu orang tuamu, tempat dan tanggal lahirmu bahkan alamat rumahmu.

    Kemudian, ada yang diam-diam akhirnya kecewa. Saat melihat dirimu, akhirnya bertemu orang yang juga diam-diam memperhatikanmu, tapi kemudian orang itu telah jauh berikhtiar agar siap berdiri di sampingmu.

    Bukan hanya diam-diam menunggumu, tanpa ada ikhtiar mendekati Rabb mu.

    Yogyakarta, gerimis kecil setelah hujan. Di taman penuh cahaya.

  5. Dari Hati

    Rabu, 18 Februari 2015


    Menjadi pendidik itu risalah langit.
    Ya memang ungkapan ini benar adanya.
    Setidaknya pengalaman hari ini menjadi bekal yang sangat berharga bagi saya.

    Karena suatu alasan, kedua anak didik saya di sebuah Madrasah Aliyah tidak bisa mengikuti tour ke Bali. Alasannya sebenarnya lebih kepada mudharat yang ada di pulau dewata itu.

    Oke, pada akhirnya siang tadi selepas duhur saya ditemani seorang teman menghadap bagian kesiswaan. Sangat ramah, itulah yang saya tangkap saat beliau menyambut kami di ruangannya. Namun dugaan itu berbalik saat saya mengutarakan maksud saya untuk meminta dispensasi ketidak ikut sertaan kedua anak didik kami.

    Dari nada bicara beliau, terlihat kontra dengan alasan yang saya utarakan, bahkan terkesan menuduh saya tidak percaya dengan sekolah dan kebijakannya. Hati saya berontak, bukan itu pak alasannya. Namun gejolak yang ingin keluar ini saya tahan kuat-kuat. Tahan... tahan...

    Menit-menit berikutnya saya tetap mendengarkan dengan seksama, tanpa menyela sedikitpun apa yang beliau sampaikan. Setelah puas menyampaikan akhirnya beliau diam, mungkin beliau sedikit heran melihat saya diam saja dan tidak menyela sedikitpun. Ya, saya terus berusaha tetap tenang meskipun dihadapkan dengan ucapan yang meledak-ledak di hadapan saya.

    Setelah merasa mendapat timing yang pas, saya mencoba melobi kembali. Mengucapkan apa yang sebenarnya ingin disampaikan dari hati kecil saya. Sesederhana kekhawatiran seorang ibu pada anaknya. Namun ajaibnya, akhirnya anak-anak kami diizinkan juga untuk tidak ikut serta, dengan syarat ada tugas pengganti. Alhamdulillah, akhirnya ada juga jalan tengah.

    Dari situ saya yakin, apapun yang diungkapkan dengan hati, akan mudah diterima dengan hati. 


    "Menjadi pendidik, adalah risalah langit. Saat anda melakukannya tanpa keikhlasan, siaplah menanggung kerugian dunia dan akhirat. Banyak guru yang frustasi, terkena gangguan jiwa atau stroke di dunia Arab. Penyebab utamanya adalah salah niat. Berkecimpung di dunia pendidikan ibarat menceburkan diri dalam lautan masalah. Hanya ketulusan niat lah yang membuat anda bertahan"
    (Prof. Sholeh Isyan)




  6. Catatan : Mencari Diri Sendiri

    Rabu, 04 Februari 2015


    Tekadang kita bingung mengenai suatu permasalahan.

    Bingung mencari penyebabnya. Bingung pemecahannya. Bingung harus bagaimana.

    Terkadang, justru kita menyalahkan orang. Dialah yang menyebabkan. Dialah yang menimbulkan. Dialah yang membuat segala kerumitan.

    Semakin dicari semakin memusingkan. Semakin ditanyakan, semakin tak menemukan jawaban. Semakin keras mencari pelarian, semakin besar masalah dan diri kita kejar-kejaran.

    Padahal, ketika kita bingung mengenai suatu permasalahan kita cukup diam sejenak. Mengambil jeda nafas kita satu-satu, secara teratur. Menyederhanakan ritme pernafasan. Menghirup ketenangan. Berdiam sejenak. Tenang sejenak. Menghela nafas sejenak.

    Kau tahu, pada akhirnya selama ini kita hanya berputar-putar di tempat. Akar permasalahan yang kita cari. Solusi yang kita kejar. Pemecahan dari sekian kompleks kebingungan ada disini. Di diri kita sendiri.

    Maka kenalilah diri kita, agar kita semakin kenal dengan Tuhan kita. 
    Jangan-jangan, kita tidak mengenal ego kita yang terlalu tinggi, hingga mudah menyalahkan orang lain.
    Jangan-jangan, kita tidak mengenal angkuh diri kita, sehingga susah menerima masukan dan perbaikan.
    Jangan-jangan, kita tidak mengenal kebodohan diri kita, sehingga kita merasa sudah cukup pintar.
    Jangan-jangan, kita tidak mengenal kelemahan kita, sehingga kita sok kuat menghadapi dunia ini sendiri.
    Jangan-jangan, kita tidak mengenal kebutuhan kita, sehingga kita dengan mudah meninggalkan pilar-pilar agama.
    Jangan-jangan, kita tidak mengenal keyakinan kita, sehingga kita mudah diombang-ambingkan musuh kita.
    Jangan-jangan, kita lupa bahwa kita adalah manusia. Yang akan mati, lalu dihisab amal-amalnya.

    Ya, jangan-jangan kita lupa. Lalu di akhirat besok, kita mau jawab apa?

  7. Sinergi

    Senin, 02 Februari 2015



    Sinergi itu menautkan yang terlepas. Menyimpulkan yang terserak.

    Dalam sebuah sinergi, tiap-tiap embun adalah komponen yang nantinya akan menetes. Meresap kuat lalu memberi manfaat.

    Dalam sebuah sinergi kelemahan tertutupi. Kekurangan terkikis. Keminor-an tersublim. Hal-hal negatif menyublim.

    Dalam sebuah sinergi kaki menjadi barisan. Barisan menjadi kumpulan. Kumpulan menjadi massa. Akhirnya massa menguatkan dan membenahi sebuah peradaban.

    Dalam sebuah sinergi dua insan bertaut dan saling terpatri. Menyeimbangkan segala ketimpangan. Membenahi yang keliru. Melengkapi yang kurang. Menambah ke-solidan. Membentuk lingkup kecil sebuah perubahan.

    Dalam sinergi, kutub positive dan negative bertemu. Saling tarik-menarik. Menyulap pecahan menjadi mosaik. 

    Dalam sinergi, simpul-simpul yang tumpul akhirnya menemukan titik.

    Jogja, malam yang bersinergi dengan kejora.