Seorang teman berbagi kisahnya pada saya.
Ini perenungan sederhana dari perjalanan takziyah saya dan kawan-kawan dari rumah guru saya di daerah Bantul. Hari itu entah kenapa cuaca terasa sangat panas, AC mobil yang kami tumpangi nampaknya masih belum mampu menghalau terpaan panas yang memantul ke kaca mobil kami. Peluh mulai membasahi dahi dan pelipis saya, jujur saja, saya merasakan baru kali ini cuaca sepanas ini. Beberapa teman yang lain sibuk untuk mendinginkan tubuhnya, mulai dari kipas-kipas dengan benda yang ditemui disekitarnya, hingga mengelap mukanya dengan tissue yang telah dibasahi air. "Wah gini aja gue udah nggak betah gara-gara panas, gak kebayang juga nih di neraka panasnya bakal kayak apa yah." Celetuk seorang teman saya, dan entah kenapa kata-kata itu justru terus-menerus terngiang sepanjang sisa perjalanan. Ya, di kepala saya hanya berputar-putar ucapan teman saya tadi. Bagaimana jika di neraka nanti? Na'udzubillahi min dzalik.
Karena adzan Asar berkumandang ketika perjalanan pulang, kami memutuskan untuk berhenti dan shalat terlebih dahulu di sebuah musholla pinggir jalan. Karena kondisi musholla yang kurang memadai, akhirnya kami memutuskan untuk membagi menjadi dua kloter. Saya yang sudah menyelesaikan kloter pertama sambil menunggu yang sedang shalat, duduk bersantai di emperan musholla. Tak terasa pandangan saya menerawang ke arah jalan yang lengan.
BRAKKK!!!
Sontak kami semua menoleh ke asal suara. Betapa terkejutnya kami melihat seorang ibu yang sudah sepuh tergeletak di jalan raya, sedangkan seorang perempuan muda tergeletak juga bersama motornya tidak jauh dari tempat ibu tadi. Astaghfirullahal'adzim, kecelakaan. Si ibu pingsan, sedangkan wanita tadi masih bisa bangun dari motor meskipun tertatih-tatih.
"Ya Allah Ibuuu...!!!" perempuan umur 30-an memeluk ibunya yang tergeletak tak sadarkan diri. Orang-orang mulai berkerumun, kok ya kebetulan sekali hanya mobil kami yang ada di pinggir jalan itu, akhirnya rekan saya mengambil inisiatif untuk mengantar si ibu ke IGD, saya ikut serta mengantar di dalam mobil. Mau tidak mau, akhirnya saya mendengarkan juga percakapan antara anak si ibu dan wanita yang menabrak tadi.
"Mbak gimana sih kok nggak hati-hati tadi, nggak lihat ibu saya lagi nyebrang apa?!"
"Maaf bu, tadi saya keburu mau ke kampus, lagipula tadi ibu jenengan tidak menoleh kanan kiri, beliau tadi langsung lari..."
"Ya kan ibu saya sudah tua, mbok ya pelan-pelan, nggak mungkin ketabrak kalau mbak nggak ngebut kayak tadi!" si anak korban masih saja ngotot dan menyalahkan.
Teman saya mencoba menengahi, karena mbak yang menabrak terus menerus dipojokkan. Dia mengajak semua yang di mobil untuk ber-istighfar karena kondisi ibu sepuh tadi tidak juga sadarkan diri, bahkan mulai keluar darah dari hidung dan telinganya. Rabbii...
Pecah tangisan pilu dari ruang IGD. Innalillahi wa inna ilaihi raaji'uun.
Saya menghela nafas, ah sebenarnya tidak ada satu pihak pun yang dapat disalahkan sepenuhnya. Ibu sepuh tadi salah karena menyebrang tanpa tengok kanan dan kiri, sedangkan mbak yang menabrak juga salah karena melaju dengan kecepatan tinggi. Tapi semua itu sudah diskenariokan oleh Allah. Sudah dituliskan dengan rapi bahkan sebelum si ibu sepuh itu lahir ke dunia di Lauhul mahfudz. Saya kembali terngiang celetukan teman saat berangkat tadi, "Wah gini aja gue udah nggak betah gara-gara panas, gak kebayang juga nih di neraka panasnya bakal kayak apa yah." Saya merinding sendiri, ya Allah semoga ibu yang meninggal barusan Kau tempatkan di tempat terbaik-Mu.
Saya teringat sebuah kutipan ayat,“Maka jika datang waktu kematian mereka, tidak bisa mereka tunda dan dan mendahulukannya sedetikpun,”[QS. An-Nahl: 61]." Ya memang benar, kita tidak bisa menerka kapan dan dimana kita akan menyelesaikan persinggahan sementara kita di dunia. Kita semua sedang menunggu waiting list kematian yang entah kapan datangnya. Sangat bijaksana jika kita selalu berusaha untuk mempersiapkan giliran yang pastinya akan sampai pada diri kita juga, dan pastinya bagaimana kualitas ibadah dan persiapan kita di dunia kini, kelak menentukan di mana 'rumah keabadian' yang akan kita tempati. Wallahu a'lam bish shawab.
Saya teringat sebuah kutipan ayat,“Maka jika datang waktu kematian mereka, tidak bisa mereka tunda dan dan mendahulukannya sedetikpun,”[QS. An-Nahl: 61]." Ya memang benar, kita tidak bisa menerka kapan dan dimana kita akan menyelesaikan persinggahan sementara kita di dunia. Kita semua sedang menunggu waiting list kematian yang entah kapan datangnya. Sangat bijaksana jika kita selalu berusaha untuk mempersiapkan giliran yang pastinya akan sampai pada diri kita juga, dan pastinya bagaimana kualitas ibadah dan persiapan kita di dunia kini, kelak menentukan di mana 'rumah keabadian' yang akan kita tempati. Wallahu a'lam bish shawab.
Salam sukses!
*Seperti dituturkan oleh nara sumber dengan perubahan seperlunya.
0 komentar:
Posting Komentar