Rss Feed
  1. Dalam sebuah forum ilmiah ekonomi makro di sebuah Universitas di Sorbonne, hadirlah sekumpulan mahasiswa dari berbagai negara, antara lain  Amerika latin, Irlandia, Indonesia dan Spanyol. Dalam forum tersebut, sang Profesor mengajukan sebuah masalah yang harus diselesaikan, yang mana hasil dari forum tersebut akan dipilih seorang untuk maju ke lomba ekonomi makro tingkat International, akan tetapi sang Profesor menyembunyikan keinginan tersebut dalam hati, ia ingin menguji kesiapan mental para mahasiswanya. Beliau mengajukan sebuah permasalan dalam sebuah slide, dan memancing mahasiswanya untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan begitu percaya dirinya, seorang mahasiswa asal Irlandia mengacungkan tangan dan memaparkan opini dan pemikirannya terhadap masalah tersebut. Disusul oleh mahasiswa-mahasiswa lainnya, kecuali satu, mahasiswa asal Indonesia. Dia tetap termangu di tempatnya, terdiam seribu bahasa. Setelah kelas selesai, Profesor tersebut bergegas meninggalkan ruangan dengan perasaan tidak puas sama sekali, lantaran tidak ada satu penjelasan pun dari mahasiswanya yang mendekati benar dan sesuai dengan harapannya. Tapi beliau urungkan lantaran mahasiswa asal Indonesia tersebut buru-buru mengejar langkahnya. “Prof, sebenarnya saya punya pandangan lain terhadap masalah tersebut,” kata-kata yang tidak tegas dan ragu-ragu itu membuat sang Profesor setengah hati untuk tetap berdiam di tempatnya. Namun akhirnya beliau mau mendengarkan penuturan dari mahasiswa asal Indonesia itu.

    Perfect! 
    Decak kagum berkali-kali terucap dari bibir sang Profesor setelah menyaksikan presentasi mahasiswanya yang sempat ia ragukan. Sambil menepuk pundak mahasiswanya ia berkata, “Wahai jenius, seandainya tadi kau tetap diam maka medali emas itu bukan jadi milikmu. Jangankan emas, perunggu pun aku tak yakin mampu kita peroleh dari mahasiswa macam temanmu tadi.”

    Malu itu boleh, asal...
    Ada sebuah fakta miris yang terjadi di negri mayoritas Muslim ini. Negara kita terkenal dengan populasi penduduk Muslim terbesar di dunia. Tapi yang menyedihkan, dari sekian banyak jumlah umat Islam, yang percaya diri untuk memberdayakan umat hanyalah segelintir. Mayoritas dari kita masih merasa malu, tidak percaya diri, ragu-ragu terhadap potensi yang dimilikinya. Kita sering terjerumus dalam rasa malu yang salah kaprah. Malu dalam memulai kebaikan, malu untuk berproses menjadi pribadi unggul, malu bersedekah dan rasa malu lainnya yang jelas sama sekali tidak diajarkan dalam al-Qur’an maupun sunnah. Banyak yang keliru memaknai sebuah hadis yang menyebutkan bahwa al-Hayaa’u minal iiman (Malu itu sebagian dari iman). Hadis itu diperuntukkan untuk memiliki rasa malu terhadap hal-hal yang berkonotasi ‘negative’. Contoh, malu merampok, malu kalau berputus asa, malu kalau masih terus menerus menyusahkan kedua orang tua, malu berbuat munkar dan lain sebagainya. Jadi, jangan salah kaprahkan makna dari hadis tersebut dan menjadikannya sebagai penghambat untuk memulai pijakan langkah kesusksesan kita.

    Kang Rendy, Owner brand merk baju muslim KeKe mengatakan, “Kita jangan mau terus menerus menjadi konsumen, kita harus jadi produsen. Umat Islam di negri kita yang menjadi konsumen itu buanyak, tapi yang mau jadi penjual(pedagang) dan pengusaha itu sedikit sekali, kenapa? Karena umat Islam di indonesia malu untuk terlihat ‘seperti orang susah’ dalam proses ‘menjadi orang super kaya dan muslim yang pemberdaya’. Mereka malu, tapi malu-maluin. ”
    Muslim Pemberdaya

    Tidak ada dalam istilah kamus umat Islam itu ‘menyerah’ atau ‘gagal’, menyerah berarti kita tidak bersyukur, tidak bersyukur berarti kita kufur, dalam surat An-Naml ayat 73 Allah menyebutkan Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai karunia yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri (nya). Dalam ayat yang lain Allah juga menyebutkan, “Apabila kamu sekalian bersyukur, maka akan kami tambahkan nikmat kepadamu. Akan tetapi apabila kamu kufur, ketahuilah sesunggauhnya adzab-Ku sungguh pedih.”

    Gagal bukan berarti kita terpuruk selamanya, tidak memiliki harapan dan tujuan hidup lagi, kita sudah benar-benar lumpuh untuk melangkah atau semacamnya. Itu semua salah! Jangan pernah doktrin tubuh dan pikiran kita dengan kata-kata ‘gagal’ katakanlah bahwa ‘kita memiliki kesuksesan yang sedang tertunda timing-nya’. Yakinlah pada Allah. Allah saja berjanji, laqad khalaqnal insaana fii ahsani taqwiim(Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya) QS. At-Tiin : 4. Jadi kita ini sudah dilahirkan sebagai ‘sang maestro’, belum lahir saja kita adalah sang pemenang yang telah mengalahkan berjuta sel sperma lain yang saling berlomba untuk mencapai sel indung telur dan menjadi ‘manusia terpilih’, jadi jangan bilang kalau kita terlahir sia-sia, nggak berguna atau nggak berpotensi, kalau boleh saya usulkan, orang-orang seperti ini buang ke laut aje. Dunia sudah sempit, akankah kita akan menyesaki dunia dengan ‘pesimistis’ lainnya? Jelas tidak! Karena saya, anda dan kita semua adalah muslim pemberdaya. Muslim yang memberdayakan, yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi agama dan bangsa. InsyaAllah.  

    Salam sukses!

  2. 0 komentar:

    Posting Komentar