Dalam
sebuah forum ilmiah ekonomi makro di sebuah Universitas di Sorbonne, hadirlah
sekumpulan mahasiswa dari berbagai negara, antara lain Amerika latin, Irlandia, Indonesia dan
Spanyol. Dalam forum tersebut, sang Profesor mengajukan sebuah masalah yang
harus diselesaikan, yang mana hasil dari forum tersebut akan dipilih seorang
untuk maju ke lomba ekonomi makro tingkat International, akan tetapi sang
Profesor menyembunyikan keinginan tersebut dalam hati, ia ingin menguji
kesiapan mental para mahasiswanya. Beliau mengajukan sebuah permasalan dalam
sebuah slide, dan memancing mahasiswanya untuk memecahkan masalah tersebut.
Dengan begitu percaya dirinya, seorang mahasiswa asal Irlandia mengacungkan
tangan dan memaparkan opini dan pemikirannya terhadap masalah tersebut. Disusul
oleh mahasiswa-mahasiswa lainnya, kecuali satu, mahasiswa asal Indonesia. Dia
tetap termangu di tempatnya, terdiam seribu bahasa. Setelah kelas selesai,
Profesor tersebut bergegas meninggalkan ruangan dengan perasaan tidak puas sama
sekali, lantaran tidak ada satu penjelasan pun dari mahasiswanya yang mendekati
benar dan sesuai dengan harapannya. Tapi beliau urungkan lantaran mahasiswa
asal Indonesia tersebut buru-buru mengejar langkahnya. “Prof, sebenarnya saya
punya pandangan lain terhadap masalah tersebut,” kata-kata yang tidak tegas dan
ragu-ragu itu membuat sang Profesor setengah hati untuk tetap berdiam di
tempatnya. Namun akhirnya beliau mau mendengarkan penuturan dari mahasiswa asal
Indonesia itu.
Perfect!
Decak kagum berkali-kali terucap dari bibir sang Profesor setelah menyaksikan
presentasi mahasiswanya yang sempat ia ragukan. Sambil menepuk pundak
mahasiswanya ia berkata, “Wahai jenius, seandainya tadi kau tetap diam maka
medali emas itu bukan jadi milikmu. Jangankan emas, perunggu pun aku tak yakin
mampu kita peroleh dari mahasiswa macam temanmu tadi.”
Malu itu boleh, asal...
Ada sebuah
fakta miris yang terjadi di negri mayoritas Muslim ini. Negara kita terkenal
dengan populasi penduduk Muslim terbesar di dunia. Tapi yang menyedihkan, dari
sekian banyak jumlah umat Islam, yang percaya diri untuk memberdayakan umat
hanyalah segelintir. Mayoritas dari kita masih merasa malu, tidak percaya diri,
ragu-ragu terhadap potensi yang dimilikinya. Kita sering terjerumus dalam rasa malu
yang salah kaprah. Malu dalam memulai kebaikan, malu untuk berproses menjadi
pribadi unggul, malu bersedekah dan rasa malu lainnya yang jelas sama sekali
tidak diajarkan dalam al-Qur’an maupun sunnah. Banyak yang keliru memaknai
sebuah hadis yang menyebutkan bahwa al-Hayaa’u minal iiman (Malu itu
sebagian dari iman). Hadis itu diperuntukkan untuk memiliki rasa malu terhadap
hal-hal yang berkonotasi ‘negative’. Contoh, malu merampok, malu kalau berputus
asa, malu kalau masih terus menerus menyusahkan kedua orang tua, malu berbuat
munkar dan lain sebagainya. Jadi, jangan salah kaprahkan makna dari hadis
tersebut dan menjadikannya sebagai penghambat untuk memulai pijakan langkah
kesusksesan kita.
Kang Rendy,
Owner brand merk baju muslim KeKe mengatakan, “Kita jangan mau terus menerus
menjadi konsumen, kita harus jadi produsen. Umat Islam di negri kita yang
menjadi konsumen itu buanyak, tapi yang mau jadi penjual(pedagang) dan
pengusaha itu sedikit sekali, kenapa? Karena umat Islam di indonesia malu untuk
terlihat ‘seperti orang susah’ dalam proses ‘menjadi orang super kaya dan
muslim yang pemberdaya’. Mereka malu, tapi malu-maluin. ”
Muslim Pemberdaya
Tidak
ada dalam istilah kamus umat Islam itu ‘menyerah’ atau ‘gagal’, menyerah
berarti kita tidak bersyukur, tidak bersyukur berarti kita kufur, dalam surat
An-Naml ayat 73 Allah menyebutkan “Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar
mempunyai karunia yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi
kebanyakan mereka tidak mensyukuri (nya).” Dalam ayat
yang lain Allah juga menyebutkan, “Apabila kamu sekalian bersyukur, maka
akan kami tambahkan nikmat kepadamu. Akan tetapi apabila kamu kufur, ketahuilah
sesunggauhnya adzab-Ku sungguh pedih.”
Gagal bukan berarti kita terpuruk selamanya, tidak memiliki
harapan dan tujuan hidup lagi, kita sudah benar-benar lumpuh untuk melangkah
atau semacamnya. Itu semua salah! Jangan pernah doktrin tubuh dan pikiran kita
dengan kata-kata ‘gagal’ katakanlah bahwa ‘kita memiliki kesuksesan yang sedang
tertunda timing-nya’. Yakinlah pada Allah. Allah saja berjanji, laqad
khalaqnal insaana fii ahsani taqwiim(Sungguh, Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya) QS. At-Tiin : 4. Jadi kita ini sudah
dilahirkan sebagai ‘sang maestro’, belum lahir saja kita adalah sang pemenang
yang telah mengalahkan berjuta sel sperma lain yang saling berlomba untuk
mencapai sel indung telur dan menjadi ‘manusia terpilih’, jadi jangan bilang
kalau kita terlahir sia-sia, nggak berguna atau nggak berpotensi, kalau boleh
saya usulkan, orang-orang seperti ini buang ke laut aje. Dunia sudah sempit,
akankah kita akan menyesaki dunia dengan ‘pesimistis’ lainnya? Jelas tidak!
Karena saya, anda dan kita semua adalah muslim pemberdaya. Muslim yang
memberdayakan, yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi agama dan bangsa.
InsyaAllah.
Salam sukses!