Rss Feed

  1. Para tamu beserta para guide-nya

    "Hi, my name is Najwa..." Muslimah berjilbab biru tua itu menyapa rombongan guide kami. Wajah innocent yang khas asia ini terlihat begitu bergairah. Subhanallah... exciting!. Ya, pengalaman pertama saya jadi guide untuk 'turis' asing di pondok kami, dan ya kok kebetulan juga dipertemukan dengan orang Thailand...Alhamdulillah :-).
    Jujur saja, sebenarnya tidak terlintas sedikitpun di benak saya bisa punya kesempatan menjadi guide. Lebih-lebih menjadi guide turis asing manca negara, wah keren tuh!. 
    Bisa dikatakan ini nasib mujur sekaligus apes buat saya. Mungkin Anda sekalian bertanya, Lha? kok bisa?. Ya, nasib mujur karena punya kesempatan untuk berbincang dan bertukar wawasan langsung dengan mereka. Apesnya? asal saudara-saudara yang budiman ketahui, kualitas berbahasa inggris saya masih bisa dibilang 'kepla-keple' ya... bahasa kerennya cap 'tempe', alias tidak bisa di andalkan sama sekali untuk urusan meng-guide seperti ini.

    Awal mulanya, berita kedatangan tamu dari Thailand ini sudah santer diperbincangkan seantero pondok tempat saya menimba ilmu dan mengabdi, Al-Amien Prenduan. Segala persiapan mulai dari tempat menginap, kendaraan untuk berkeliling pondok, meeting room untuk beramah-tamah sampai ke hal-hal detail seperti menu yang akan dihidangkan, termasuk siapa yang bakal menjadi 'guide' pun sudah dipersiapkan secara rapi dan matang. Dan muncullah sederet nama yang notabene teman-teman dari Markazul Lughah (pusat pengembangan bahasa Arab dan Inggris di pondok kami) yang akan menjadi guide di acara itu, dan jangan diragukan lagi kemampuan berbahasa Inggris mereka, TOP lah. Dan yang pasti, diantara beberapa nama itu tidak tertulis 'Muhshonah Mujahidah' alias saya sendiri. 
    Wah, pokoknya lumayan heboh. Sampai ada short course untuk para guide yang diarahkan langsung oleh para ustadz senior. Saya sempat berkelakar pada teman-teman yang ditunjuk menjadi guide, "Ntar kalau ada Mario Maurer versi muslim, ajakin foto bareng kita yah...hehe"

    Dan hari itu tiba. Sejak bakda subuh para 'guide' sudah berpenampilan rapi lengkap dengan jas dan sepatu mereka. Sedangkan kami yang merupakan guru pengabdian, juga sudah siap-siap berangkat ke mushalla untuk menjalankan rutinitas setiap pagi. Men-tasmi'(menerima setoran hafalan dari santriwati). Ketika saya hendak duduk di tempat 'dinas', seorang santri memanggil nama saya.
    "Afwan ustadzah, antum ditunggu teman-teman antum untuk jadi guide di depan asrama.."
    "Saya?" Jujur saja saya kaget. Ah..., bercanda ni anak kecil...hehe.
    "Iya ustadzah, itu yang minta pak Kyai Abdullah kata ustadzah yang lain". Kyai Abdullah? wah, nggak salah denger nih saya? batin saya dalam hati. Beliau kan Mudir 'Aam, nggak mungkin kan beliau mau bercanda pagi-pagi buta begini?

    Dan... yah, akhirnya hal itu terjadi juga. Saya jadi guide dadakan! spontanitas! tanpa training ataupun short course seperti rekan yang lain. Bisa dibayangkan gimana kalang-kabutnya saya waktu itu. Syukur Alhamdulillah stelan jas saya sudah saya setrika semalam, jadi bisa langsung pakai. Mungkin kalau difilm-kan, adegan ganti kostum saya nih mirip-mirip sama superman atau batman. Setiap ada keadaan genting langsung CLING! berubah deh..hehe.

    Kami para guide berkumpul serentak di depan penginapan tamu, sembari menunggu para tamu selesai bersih-bersih diri kami berdiskusi. Teman-teman yang sempat di training pada hari sebelumnya sudah pada sibuk berdiskusi dengan bahasa Inggris cas cis cus yang siap mereka ajukan nanti. Sedangkan saya? hanya terbengong saja memperhatikan mereka, what should I do? Bingung juga. Ya sudah, saya memilih diam saja sambil mengamati rumput yang bergoyang. hahaha... puitis dan melow sekali kedengarannya bukan?.
    Krieek..., pintu sebuah kamar terbuka. 

    "Hi... Assalamu'alaikum... My name is Najwa...." Semua orang bergeming ditempatnya. Semua dari kami menjawab salam. Saya lihat teman-teman terlihat malu-malu 'kucing' yang mau menyambut. Wah..., kalau pada malu-malu kucing semua gini... kasian nih bule innocent ini cuman dibiarin pamer senyum pepsodent-nya, masa' jauh-jauh dari Thailand ke Indonesia cuman mau dibiarin 'unjuk gigi'. Ah, biarin... bismillah... nekat mau nyamperin

    Bismillah. Dengan segala kosa kata yang saya hafal, entah itu grammar-nya benar atau salah, saya dengan modal hanya rasa pede memberanikan untuk memperkenalkan diri. Dan betapa terkejutnya saya, ternyata dari kurang lebih sepuluh rombongan akhwatnya yang bisa berbahasa Inggris dan mengerti hanya tiga orang. Bahkan sebenarnya, mereka juga tidak terlalu fasih berbahasa Inggris. Wah..., senangnya... jadi ngerasa punya temen nih.. hehe... 

    Agenda dilanjutkan dengan sarapan pagi. Ternyata nih,orang Thailand itu sudah biasa mencampurkan susu ke semua jenis makanan dan minuman. Teh campur susu. Tumis campur susu. Daging campur susu. Pop corn campur susu... wah... pokoknya everything serba susu deh. Jadi, bisa dibayangkan gimana rasanya?. Fakta menarik lainnya nih, katanya kalau di Thailand itu tidak ada air mineral kemasan gelasan dari plastik transparan seperti di negri kita. Kalau disana, entah itu air putih, susu, soda, teh dan minuman sejenisnya semuanya dikemas dalam bentuk kaleng. Jadi, kalau dirupiahkan kira-kira harga sekaleng air mineral berkisar Rp.5.000,00 sampai Rp. 10.000,00. Wah..., mahal juga ya untuk harga 'seteguk' air mineral. Saya jadi merasa sangat bersyukur, Alhamdulillah... di Indonesia cukup dengan lima ratus rupiah sudah bisa mendapat segelas air mineral. Setelah sarapan, acara pagi itu ditutup dengan sedikit murojaah bareng para tamu yang diprkarsai oleh Najwa sendiri, duh… terenyuh rasanya kalau lihat mereka sedang mengaji. Meskipun tidak sefasih lisan kita yang orang Indonesia, tapi semangat belajar mengaji dan menghafal Qur’an nya itu lo.. patut di ancungi dua jempol.

    Selesai sarapan, kami semua berkumpul di Majelis(Mushalla-red) untuk berdiskusi dengan apartur pondok dan saling bertukar fikiran. Sejauh ini, perkembangan umat Islam di Thailand sudah menunjukkan angka yang signifikan. Dalam sebuah kota kabupaten, sedikitnya kurang lebih ada 100-an Masjid dan mushalla yang menjadi pusat kegiatan muslim Thailand. Ya, muslim di Thailand merupakan minoritas, tapi kesolidan mereka untuk menghidupkan Islam di negri gajah putih itu sangat luar biasa. Dari membentuk halaqah-halaqah, pengajian rutin, sampai arisan ibu-ibu semuanya bertujuan untuk saling menjaga dan menguatkan aqidah mereka. Saya sendiri jadi membandingkan dengan keadaan ummat Islam di Indonesia yang mayoritas. Banyak sih banyak…, banyak juga yang masih kosong Masjidnya, banyak yang masih renggang pengajiannya, banyak koruptornya, banyak malingnya, dan banyak-banyak lainnya yang masih belum mencerminkan pribadi ‘seorang’ muslim. Astaghfirullah…

    Suasana diskusi dan ramah-tamah
    Adik-adik kita memberi sambutan dengan hadrah "Ar-Rizani"


    Nah…, waktunya keliling ma’had nih. Dengan empat mobil, rombongan tamu beserta para guide-nya mulai menyisir area pondok. Pertanyaan yang terlontar cukup banyak. Tapi, ada beberapa tamu yang terkantuk-kantuk juga sih… hehe, wajarlah… mereka baru samapi dini hari, paginya langsung di geret oleh para guide-nya. Hebohnya, waktu para tamu turun dari mobil untuk melihat-lihat asrama santri, wuih… ada yang minta foto bareng, minta tanda tangan dan lucunya… ada yang minta di peluk, weleh-weleh… ya, tapi untungnya para tamu malah antusias dengan adegan ‘konyol’ para adik-adik kami itu. 

    Adik-adik kita pada nggak mau kalah nih, ikutan foto bareng juga

    Break time, kami mengajak para tamu untuk menikmati es krim di koperasi pondok. Wah, sepertinya mereka malah exciting ke beberapa model baju muslimah yang dipejeng di etalase koperasi. Kata Najwa, “Wow… how beautiful Indonesia’s muslimah wear, it cheaper than on Thailand…” wah… keren ya? Lebih murah? Hehe, miris juga ya mendengarnya kalau harus menyadari kalau nilai rupiah memang di tendang jauh ke dasar jurang.
    Hari yang melelahkan, but very amazing!. Mungkin kalau diceritain bakal sampai berlembar-lembar folio nih, hehe. Ya, akhirnya tour hari itu harus berakhir juga. Sedih juga rasanya, apalagi saya sudah di anggap sepeti saudara sendiri oleh Najwa(srius lho, bukan manipulasi hehe). Paling berat saat menyaksikan mobil mereka mulai meninggalkan pelataran pondok kami. Semoga kita dapat bertemu di lain kesempatan, insyaAllah.
    “I love you all cause Allah…!” seru Najwa dari balik kaca mobil. Ahh… indahnya.
    “Love you too, Najwa.”


     Najwa(berjilbab biru) bersama para rombongan

     Ini wajah para 'ikhwan' dari Thailand
    Waktunya dinner...